Entri Populer

Minggu, 19 Februari 2012

sejarah ka'bah

Pada musim haji 1431 Hijriyah yang saat ini sedang berlangsung, sekitar dua juta umat Muslim dari berbagai penjuru dunia berkumpul di kota suci Mekkah guna memenuhi panggilan Allah, Wukuf di Padang Arafah pada 9 Zulhijah.
Sambil menunggu masa itu tiba mereka beribadah di Masjidil Haram Mekkah ataupun di Masjid Nabawi Madinah.
Di Masjidil Haram, saat melakukan tawaf, jamaah calon haji selalu berupaya untuk bisa menyentuh dan mencium Hajar Aswad, memegang pintu Kakbah, shalat di Hijir Ismail, ataupun menyentuh "maqam" Ibrahim (tempat tanda telapak kaki Nabi Ibrahim AS).
Adakalanya jamaah berdoa sambil menangis tersedu, bahkan histeris, membuat askar yang bertugas menghalau mereka sambil berujar: "haram, haram" karena menyangka jamaah menyembah benda-benda tersebut.
Begitu juga di dalam Masjid Nabawi Madinah, jamaah berebutan untuk melaksanakan shalat sunnah di Raudah (Taman Surga) yang berada di sebelah kiri makam Nabi Muhammad SAW. Ada yang menangis meraung-raung berlama-lama saat memegang pintu makam Nabi, sampai dihalau askar berseragam loreng yang menjaga makam itu.
Kecuali Hajar Aswad, batu hitam yang diturunkan Allah dari surga melalui malaikat Jibril, dan Hijir Ismail, maka benda-benda lainnya yang ada di Masjidil Haram maupun di Masjid Nabawi adalah buatan manusia. Bahkan beberapa dari benda-benda itu telah diganti karena sudah usang dimakan usia. Benda-benda yang sudah "afkir" tersebut kini disimpan di Museum Kakbah di Ummul Joud, pinggiran kota Mekkah.
Di Museum itu, pengunjung bisa menyaksikan, menyentuh, dan mencium (kalau mau) benda-benda tersebut sepuasnya.
Bedanya, di museum itu tidak ada jutaan umat yang menangis tersedu-sedu, atau histeris saat memegang pintu bekas Kakbah, pintu bekas makam Nabi Muhammad SAW, maqam (tempat berpijak atau telapak kaki) Nabi Ibrahim AS yang bentuknya seperti "sangkar burung" itu ataupun memegang Kiswah (kelambu hitam) bekas penutup bangunan Kakbah.
Juga tidak ketinggalan di sana ada pintu bekas Masjidil Haram, maupun pintu eks Masjid Nabawi.
Bukan hanya itu saja. Di sana juga tersimpan satu dari tiga bekas tiang penyangga di dalam Kakbah yang tingginya sekitar 14 meter. Juga ada tangga Kakbah dari kayu yang usianya lebih dari 400 tahun.
Dulu rupanya Kakbah menggunakan tangga bila mau masuk ke dalamnya. Begitu juga pancuran air dari emas Kakbah (Mizab Rahman) juga dapat disaksikan di museum.
Suasana di dalam Kakbah juga bisa diperoleh dengan mengunjungi museum. Di sana tersimpan kain pelapis dinding Kakbah yang pernah digunakan, baik saat berwarna merah maupun hijau yang saat ini digunakan. Pelindung Hajar Aswad, berupa lempengan perak berbentuk oval, dan pelindung cetakan kaki Nabi Ibrahim yang ada di Maqam Ibrahim juga bisa disaksikan di museum.
Membuat Kiswah Di sebelah kanan museum ada pabrik tekstil milik kerajaan Arab Saudi, tempat kiswah, atau kelambu warna hitam yang menutupi Kakbah diproduksi.
Pabrik itu membuat kiswah sejak berbentuk benang sutera, ditenun jadi kain sutera, diproses hingga menjadi kain berwarna hitam, dan setelah itu disulam berhiaskan kaligrafi indah ayat-ayat kitab suci Al Quran.
Pekerjaannya dilakukan dengan kombinasi mesin modern dan tradisional. Alat tradisional digunakan untuk memintal benang sutra menjadi kain.
Begitu juga Kaligrafi dibuat melalui tangan-tangan terampil yang menyulam satu demi satu ayat-ayat kitab suci Al Quran secara manual menggunakan jarum tangan. Mesin modern baru bekerja ketika menyatukan bagian demi bagian yang dihasilkan para penyulam.
Setiap tanggal 9 Zulhijah, saat Kakbah sepi karena semua umat berada di padang Arafah, sebuah kiswah yang baru dipasang menggantikan kiswah tahun sebelummya.
Bicara soal kiswah yang menjadi "baju" Kakbah tentu sangat menarik. Kiswah pertama di zaman jahiliah dibuat oleh Raja Abu Karab Asaad Al Hamiri, sampai kemudian datangnya Islam, dan Nabi Muhammad SAW mengambil alih pembuatan kiswah. Selanjutnya diteruskan Khafilah Al Rashidin, dan penggantinya sampai ke sekarang.
Waktu Raja Al Malik Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud berkuasa, ia membangun pabrik kiswah tahun 1346 Hijriyah, dan kembali membuat pabrik modern di Ummul Joud pada 7 Rabiul Akhir 1397 Hijriyah.
Sebuah kiswah menghabiskan biaya sampai Rp42 miliar, dengan sutra yang diperlukan 670 kilogram. Tinggi kiswah mencapai sekitar 14 meter, dengan lebar antara dua rukun 10,18 meter, di sisi Multazam selebar 12,50 meter, sisi Hajar Aswad 10,50 meter.
Beberapa keterangan tentang Kiswah:
Tinggi Kiswah 14 meter Berat sutera yang digunakan 670 kg Lebar kiswah dari pintu 11,67 m Antara Hajar Aswad dan Rukun Yamani 10,18 m Hijir Ismail 9,90 m Antara Rukun Yamani dan Rukun Syami 12,04 m Luas atap Kiswah 658 meter persegi.

Sejarah ka'bah

Ka'bah berkali-kali rusak sehingga harus berkali-kali dibongkar sebelum dibangun kembali. Di Museum Haramain, benda-benda itu disimpan.

Ada kotak tempat menyimpan parfum yang dulu pernah mengisi ruangan Ka'bah. "Ruang Ka'bah isinya hanya tiga pilar dan kotak parfum itu,'' ujar Abdul Rahman, menunjuk pilar-pilar dan kotak yang letaknya berjauhan.

Petugas Museum Haramain di Ummul Joud, Makkah, itu mengantar kami keliling melihat koleksi museum. Museum ini menyimpan benda-benda dari Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ada potongan pilar Ka'bah yang bentuknya sudah seperti kayu fosil berwarna cokelat tua, disimpan bersama kunci pintu Ka'bah dari kayu, juga berwarna cokelat tua. Pintu Ka'bah selalu dikunci dan pemegang kunci sudah turun-temurun dari satu keluarga, sejak sebelum Nabi lahir.

Tangga kuno yang pernah dipakai untuk masuk Ka'bah juga tersimpan di museum ini. Tersimpan pula pelapis Hajar Aswad serta pelapis dan pelindung Maqam Ibrahim. Jika orang-orang berebut mencium pelindung Maqam Ibrahim, seharusnya yang layak dicium adalah yang tersimpan di museum ini karena usianya lebih tua dari pelindung yang sekarang dipasang.

Namun, tak ada anjuran mencium Maqam Ibrahim. Nabi hanya memberi contoh mencium Hajar Aswad.

Kotak parfum Ka'bah yang disimpan di museum ini juga berwarna cokelat tua. Sewaktu masih difungsikan di dalam Ka'bah, botol-botol parfum yang dipakai untuk mengharumkan ruangan Ka'bah disimpan di kotak itu.

Riwayat Ka'bah

Ka'bah  awalnya dibangun oleh Adam dan kemudian anak Adam, Syist, melanjutkannya. Saat terjadi banjir Nabi Nuh, Ka'bah ikut musnah dan Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membangun kembali. Al-Hafiz Imaduddin Ibnu Katsir mencatat riwayat itu berasal dari ahli kitab (Bani Israil), bukan dari Nabi Muhammad.


Ka'bah yang dibangun Ibrahim pernah rusak pada masa kekuasaan Kabilah Amaliq. Ka'bah dibangun kembali sesuai rancangan yang dibuat Ibrahim tanpa ada penambahan ataupun pengurangan. Saat dikuasai Kabilah Jurhum, Ka'bah juga mengalami kerusakan dan dibangun kembali dengan meninggikan fondasi. Pintu dibuat berdaun dua dan dikunci.

Di masa Qusai bin Kilab, Hajar Aswad sempat hilang diambil oleh anak-anak Mudhar bin Nizar dan ditanam di sebuah bukit. Qusai adalah orang pertama dari bangsa Quraisy yang mengelola Ka'bah selepas Nabi Ibrahim. Di masa Qusai ini, tinggi Ka'bah ditambah menjadi 25 hasta dan diberi atap. Setelah Hajar Aswad ditemukan, kemudian disimpan oleh Qusai, hingga masa Ka'bah dikuasai oleh Quraisy pada masa Nabi Muhammad.


Nabi Muhammad membantu memasangkan Hajar Aswad itu pada tempat semestinya.


Dari masa Nabi Ibrahim hingga ke bangsa Quraisy terhitung ada 2.645 tahun. Pada masa Quraisy, ada perempuan yang membakar kemenyan untuk mengharumkan Ka'bah. Kiswah Ka'bah pun terbakar karenanya sehingga juga merusak bangunan Ka'bah. Kemudian, terjadi pula banjir yang juga menambah kerusakan Ka'bah. Peristiwa kebakaran ini yang diduga membuat warna Hajar Aswad yang semula putih permukaannya menjadi hitam.

Untuk membangun kembali Ka'bah, bangsa Quraisy membeli kayu bekas kapal yang terdampar di pelabuhan Jeddah, kapal milik bangsa Rum. Kayu kapal itu kemudian digunakan untuk atap Ka'bah dan tiga pilar Ka'bah. Pilar Ka'bah dari kayu kapal ini tercatat dipakai hingga 65 H. Potongan pilarnya tersimpan juga di museum.


Empat puluh sembilan tahun sepeninggal Nabi (yang wafat pada 632 Masehi atau tahun 11 Hijriah), Ka'bah juga terbakar. Kejadiannya saat tentara dari Syam menyerbu Makkah pada 681 Masehi, yaitu di masa penguasa Abdullah bin Az-Zubair, cucu Abu Bakar, yang berarti juga keponakan Aisyah.


Kebakaran pada masa ini mengakibatkan Hajar Aswad yang berdiameter 30 cm itu terpecah jadi tiga.

Untuk membangun kembali, seperti masa-masa sebelumnya, Ka'bah diruntuhkan terlebih dulu. Abdullah AzZubair membangun Ka'bah dengan dua pintu. Satu pintu dekat Hajar Aswad, satu pintu lagi dekat sudut Rukun Yamani, lurus dengan pintu dekat Hajar Aswad. Abdullah bin Az-Zubair memasang pecahan Hajar Aswad itu dengan diberi penahan perak. Yang terpasang sekarang adalah delapan pecahan kecil Hajar Aswad bercampur dengan bahan lilin, kasturi, dan ambar.Jumlah pecahan Hajar Aswad diperkirakan mencapai 50 butir.

Pada 693 Masehi, Hajjaj bin Yusuf Ath-Taqafi berkirim surat ke Khalifah Abdul Malik bin Marwan (khalifah kelima dari Bani Umayyah yang mulai menjadi khalifah pada 692 Masehi), memberitahukan bahwa Abdullah bin Az-Zubair membuat dua pintu untuk Ka'bah dan memasukkan Hijir Ismail ke dalam bangunan Ka'bah.


Hajjaj ingin mengembalikan Ka'bah seperti di masa Quraisy; satu pintu dan Hijir Ismail berada di luar bangunan Ka'bah. Maka, oleh Hajjaj, pintu kedua--yang berada di sebelah barat dekat Rukun Yamani--ditutup kembali dan Hijir Ismail dikembalikan seperti semula, yakni berada di luar bangunan Ka'bah.

Akan tetapi, Khalifah Abdul Malik belakangan menyesal setelah mengetahui Ka'bah di masa Abdullah bin AzZubair dibangun berdasarkan hadis riwayat Aisyah. Di masa berikutnya, Khalifah Harun Al-Rasyid hendak mengembalikan bangunan Ka'bah serupa dengan yang dibangun Abdullah bin Az-Zubair karena sesuai dengan keinginan Nabi.

Namun, Imam Malik menasihatinya agar tidak menjadikan Ka'bah sebagai bangunan yang selalu diubah sesuai kehendak setiap pemimpin. Jika itu terjadi, menurut Imam Malik, akan hilang kehebatannya di hati kaum Mukmin.


Pada 1630 Masehi, Ka'bah rusak akibat diterjang banjir. Sultan Murad Khan IV membangun kembali, sesuai bangunan Hajjaj bin Yusuf hingga bertahan 400 tahun lamanya pada masa pemerintahan Sultan Abdul Abdul Aziz. Sultan inilah yang memulai proyek pertama pelebaran Masjidil Haram.


Replika mushaf di Museum ini tersimpan pula replika Quran mushaf Usmani yang bacaannya, susunan surah dan ayatnya, serta jumlah surah dan ayatnya dipakai sebagai panduan hingga sekarang. Yang berbeda cuma bentuk hurufnya.


Pada masa Khalifah Usman bin Affan (35 H) dibuatlah standardisasi penulisan Quran. Di masa itu, sahabatsahabat Nabi memiliki mushaf yang berbeda satu sama lain, baik dalam hal bacaan, susunan surah dan ayat, maupun jumlah surah dan ayat.

Mushaf yang dimiliki Ibnu Mas'ud, misalnya, tidak menyertakan Surat Al-Fatihah dan susunan surat yang berbeda. Surah keenam bukanlah Surah Al-An'am, melainkan Surah Yunus.

Quran Ali bin Abi Thalib juga tak memiliki Surah Al-Fatihah. Ali juga tak memasukkan surah ke-13, 34, 66, dan 96 ke mushafnya. "Ukuran mushaf Usman yang asli berbeda dari yang ini. Ini hanya duplikat,'' ujar Abdul Rahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar