Entri Populer

Sabtu, 31 Maret 2012

Musa Keluar dari Mesir

Abu dan Ummu, ini adalah kelanjutan kisah Nabi Musa ‘alaihis salam. Semoga dapat Anda bacakan untuk si kecil.
Pada edisi lalu, dikisahkan bahwa bayi Musa dihanyutkan ke sungai Nil, kemudian diangkat sebagai anak oleh Fir’aun dan istrinya. Musa tak mau menyusu kepada siapa pun, hingga akhirnya ibunya datang, dan dia pun mau menyusu. Akhirnya Fir’aun menyerahkan Musa kepada ibunya dan membayarnya untuk menyusui Musa. Setelah masa penyusuan berakhir, ibu Musa menyerahkan anaknya kembali kepada Fir’aun.
Musa berada dalam asuhan keluarga Fir’aun hingga dewasa. Istri Fir’aun sangat menyayanginya. Meskipun berada dalam asuhan keluarga Fir’aun, Allah ta’ala memelihara Musa dan menjauhkannya dari kekafiran. Allah menganugerahkan kepadanya ilmu dan hikmah, serta pangkat kenabian.

Pada suatu hari Musa p berjalan-jalan ke dalam kota, lalu ia berjumpa dengan dua orang yang sedang berkelahi. Salah satu dari mereka dari bangsa Bani Israil (bangsa Musa), dan yang satunya dari bangsa Qibthi/Mesir (bangsa Fir’aun). Musa berusaha mendamaikan keduanya, akan tetapi yang dari bangsa Qibthi itu tidak mau berdamai. Dia amat sombong dan congkak, karena merasa dirinya sebagai bangsa raja. Akhirnya Musa marah dan memukul orang itu, hingga matilah ia.
Melihat orang itu mati, Musa p sangat menyesal. Dia menganggap (membunuh) itu,  perbuatan setan. Sebenarnya, dia sama sekali tidak bermaksud membunuhnya. Musa pun memohon ampun kepada Allah ta’ala atas kesalahannya itu, dan Allah ta’ala mengampuninya.
Musa kemudian tetap berada di kota, seraya bersembunyi sambil mengawasi apa kiranya akibat perbuatannya itu. Namun, ternyata orang yang tempo hari ditolongnya, berseteru lagi dengan seseorang, lalu kembali ia mendatanginya untuk meminta tolong dari musuhnya. Musa pun menuduhnya sebagai orang yang sesat dan zhalim. Akan tetapi orang itu berlari kepada pembantu Musa. Dia menyangka kalau Musa bermaksud membunuhnya. Lalu orang itu pun menghadap Musa, memohon belas kasihnya sambil berkata,
“Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri ini), dan tidaklah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.” (al-Qashash: 19)
Segera setelah pengikut Fir’aun mendengar tuduhan yang sangat jelas itu -saat kaumnya merasa kebingungan dengan peristiwa pembunuhan kemarin, yang tidak diketahui siapa pembunuhnya,– dia menyampaikan kepada para prajurit Fir’aun tentang apa yang didengarnya. Bahwa Musalah yang telah membunuh orang dari bangsa Mesir itu.
Berkumpullah para pengikut Fir’aun untuk mencari dan hendak membunuhnya. Akan tetapi, rahmat Allah melindungi Musa. Seorang laki-laki datang dari ujung kota untuk memperingatkannya.
Dia berkata, “Hai Musa, sesungguhnya para bangsawan telah bermufakat untuk membunuhmu. Sebab itu hendaknya kamu lari dari sini. Sungguh saya semata-mata memberi nasihat kepadamu.”
Maka, keluarlah Musa dari negeri Mesir dengan ketakutan. Kemudian dia berdoa, “Ya Tuhanku, lepaskanlah aku dari kaum yang aniaya.”
Akhirnya Musa meninggalkan negeri Mesir. Dia berjalan tanpa tujuan, menurutkan langkah kakinya hingga beberapa hari. Dia berjalan tanpa alas kali, sehingga kulit kedua kakinya terkelupas. Kemudian sampailah Musa di negeri Madyan.
Abu dan Ummu, kita akhiri kisah ini sampai di sini dulu. Insyaallah kita lanjutkan pada edisi mendatang…

###################################################################################


lelaki menyerupai wanita
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ
إِنَّ النَّبِى صلى الله عليه وسلم قال
لَعِنَ الرَّجُلُ يَلْبَسُ لُبْسَ الْمَرْأَةُ
وَالْمَرْأَةُ تَلْبَسُ لُبْسَ الرِّجَلِ
Dari Abu Hurairah r.a. berkata :
Bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda :
"Dilaknat orang lelaki yang memakai pakaian wanita
dan wanita yang memakai pakaian lelaki"
Hadis riwayat Ahmad, Abu Daud dan Bukhari
 

Nabi Musa 'alihissalam

Abu dan Ummu, berikut ini adalah kisah Nabi Musa ‘alaihis salam, salah seorang nabi ulul azmi yang diberi keistimewaan dan mukjizat oleh Allah ta’ala. Mudah-mudahan kisah ini bisa membantu Abu dan Ummu untuk mengisahkan shirah Nabi buat si kecil.
Nabi Musa adalah seorang nabi dari Bani Israil. Ia terlahir di negeri Mesir, dalam masa pemerintahan Raja Fir’aun yang kafir dan kejam. Alkisah, pada masa itu Raja Fir’aun diberi tahu oleh salah seorang penasihatnya/tukang ramalnya, bahwa akan lahir seorang bayi dari Bani Israil yang suatu saat akan menghancurkan kerajaannya. Maka hati Fir’aun pun sangat gelisah mendengar hal tersebut. Kemudian, ia pun memutuskan untuk menyembelih setiap bayi laki-laki yang lahir pada masa itu.

Adalah Yukabad, seorang wanita Bani Israil yang melahirkan bayi laki-laki yang montok lagi tampan. Naluri keibuannya sungguh tak rela bila bayinya tersayang mati di tangan Fir’aun. Bayi yang diberi nama Musa itu selalu dijaga dan disembunyikan dari mata-mata Fir’aun hingga tiga bulan usianya.
Suatu ketika, Raja Fir’aun menyebarkan mata-mata dan bala tentaranya ke kota serta desa untuk mencari dan membunuh anak-anak kecil dan bayi laki-laki. Maka, Allah ta’ala memberikan ilham kepada ibu Musa untuk mempersiapkan sebuah peti/kotak kayu. Kemudian Nabi Musa diletakkan dalam kotak itu dan dihanyutkan ke sungai Nil. Ibu Musa melakukan semua itu atas bimbingan Allah ta’ala.
Kemudian, ibu Musa mengutus saudara perempuan Musa pergi ke pinggir sungai untuk mengikuti jejak Musa dan mencari beritanya. Maka, saudara perempuan Musa itu pun berjalan mengikuti kotak tersebut. Betapa gelisahnya ia ketika melihat kotak yang terbawa arus itu menuju istana Fir’aun.
Rahmat Allah menyertai bayi itu. Segera setelah kotak itu masuk ke daerah istana Fir’aun, istri Fir’aun melihatnya. Allah menaruh perasaan cinta pada bayi Musa, ke dalam hati istri Fir’aun tersebut. Maka, sang istri raja ini pun meminta pada suaminya agar mengangkat bayi tersebut sebagai anak mereka berdua. Fir’aun pun akhirnya menyetujui permintaan istrinya.
Musa terus menangis karena haus dan lapar. Banyak wanita yang datang untuk menyusuinya, namun bayi itu tetap saja tidak mau menyusu. Ia terus menangis. Melihat hal itu, saudara perempuan Musa menghadap Fir’aun, dan mengatakan bahwa ia bisa menunjukkan  seorang wanita yang bisa menyusui bayi itu. Fir’aun pun memerintahkannya untuk memanggil wanita itu.
Akhirnya, saudara perempuan Musa kembali ke rumahnya, dan menceritakan semua hal tentang Musa kepada ibunya. Yukabad pun pergi ke istana untuk menyusui Musa. Begitu Musa diserahkan dalam gendongannya, tiba-tiba bayi itu tidak menangis lagi, dan mau menyusu.  Fir’aun terkejut dan berkata kepadanya, “Siapa kamu? Dia telah menolak semua air susu kecuali air susumu.” Ibu Musa menjawab, “Saya hanyalah seorang perempuan yang baunya wangi dan mempunyai air susu yang baik. Tidak ada seorang bayi pun yang didatangkan kepada saya kecuali dia pasti menerima saya.” Maka Fir’aun pun memberikan bayi itu kepada ibu Musa agar diasuh dan disusuinya. Fir’aun juga memberikan upah kepadanya. Akhirnya, sang ibu itu pun membawa Musa kembali ke rumahnya.
Begitulah, Allah memberikan rezeki yang cukup kepadanya dan menenangkan hatinya dengan kedatangan Musa supaya dia mengetahui kalau janji Allah itu memang benar.
Abu dan Ummu, insyaallah kisah ini akan kita lanjutkan pada edisi mendatang….
Kisah Nabi Musa ‘alaihis salam
Abu dan Ummu, berikut ini adalah kisah Nabi Musa ‘alaihis salam, salah seorang nabi ulul azmi yang diberi keistimewaan dan mukjizat oleh Allah ta’ala. Mudah-mudahan kisah ini bisa membantu Abu dan Ummu untuk mengisahkan shirah Nabi buat si kecil.
Nabi Musa adalah seorang nabi dari Bani Israil. Ia terlahir di negeri Mesir, dalam masa pemerintahan Raja Fir’aun yang kafir dan kejam. Alkisah, pada masa itu Raja Fir’aun diberi tahu oleh salah seorang penasihatnya/tukang ramalnya, bahwa akan lahir seorang bayi dari Bani Israil yang suatu saat akan menghancurkan kerajaannya. Maka hati Fir’aun pun sangat gelisah mendengar hal tersebut. Kemudian, ia pun memutuskan untuk menyembelih setiap bayi laki-laki yang lahir pada masa itu.
Adalah Yukabad, seorang wanita Bani Israil yang melahirkan bayi laki-laki yang montok lagi tampan. Naluri keibuannya sungguh tak rela bila bayinya tersayang mati di tangan Fir’aun. Bayi yang diberi nama Musa itu selalu dijaga dan disembunyikan dari mata-mata Fir’aun hingga tiga bulan usianya.
Suatu ketika, Raja Fir’aun menyebarkan mata-mata dan bala tentaranya ke kota serta desa untuk mencari dan membunuh anak-anak kecil dan bayi laki-laki. Maka, Allah ta’ala memberikan ilham kepada ibu Musa untuk mempersiapkan sebuah peti/kotak kayu. Kemudian Nabi Musa diletakkan dalam kotak itu dan dihanyutkan ke sungai Nil. Ibu Musa melakukan semua itu atas bimbingan Allah ta’ala.
Kemudian, ibu Musa mengutus saudara perempuan Musa pergi ke pinggir sungai untuk mengikuti jejak Musa dan mencari beritanya. Maka, saudara perempuan Musa itu pun berjalan mengikuti kotak tersebut. Betapa gelisahnya ia ketika melihat kotak yang terbawa arus itu menuju istana Fir’aun.
Rahmat Allah menyertai bayi itu. Segera setelah kotak itu masuk ke daerah istana Fir’aun, istri Fir’aun melihatnya. Allah menaruh perasaan cinta pada bayi Musa, ke dalam hati istri Fir’aun tersebut. Maka, sang istri raja ini pun meminta pada suaminya agar mengangkat bayi tersebut sebagai anak mereka berdua. Fir’aun pun akhirnya menyetujui permintaan istrinya.
Musa terus menangis karena haus dan lapar. Banyak wanita yang datang untuk menyusuinya, namun bayi itu tetap saja tidak mau menyusu. Ia terus menangis. Melihat hal itu, saudara perempuan Musa menghadap Fir’aun, dan mengatakan bahwa ia bisa menunjukkan  seorang wanita yang bisa menyusui bayi itu. Fir’aun pun memerintahkannya untuk memanggil wanita itu.
Akhirnya, saudara perempuan Musa kembali ke rumahnya, dan menceritakan semua hal tentang Musa kepada ibunya. Yukabad pun pergi ke istana untuk menyusui Musa. Begitu Musa diserahkan dalam gendongannya, tiba-tiba bayi itu tidak menangis lagi, dan mau menyusu.  Fir’aun terkejut dan berkata kepadanya, “Siapa kamu? Dia telah menolak semua air susu kecuali air susumu.” Ibu Musa menjawab, “Saya hanyalah seorang perempuan yang baunya wangi dan mempunyai air susu yang baik. Tidak ada seorang bayi pun yang didatangkan kepada saya kecuali dia pasti menerima saya.” Maka Fir’aun pun memberikan bayi itu kepada ibu Musa agar diasuh dan disusuinya. Fir’aun juga memberikan upah kepadanya. Akhirnya, sang ibu itu pun membawa Musa kembali ke rumahnya.
Begitulah, Allah memberikan rezeki yang cukup kepadanya dan menenangkan hatinya dengan kedatangan Musa supaya dia mengetahui kalau janji Allah itu memang benar.
Abu dan Ummu, insyaallah kisah ini akan kita lanjutkan pada edisi mendatang….

@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@


Larangan (lelaki) memakai sutera
عَن عمرَ بْنِ الْخَطَاب قَالَ
قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم
لا تَلْبَسِ الْحَرِيْرَ فَإِنَّ مَنْ لَبِسَهُ فِى الدُّنْيَا
لَمْ يَلْبَسْهُ فِى الأخِرَةِ
Dari Umar ibnu Al Khatab r.a. berkata :
Bersabda Rasulullah s.a.w.. :
"Janganlah kamu memakai sutera , kerana orang yang memakainya di dunia
tidak akan memakainya di akhirat"
Hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim

Istri sholekhah

"Semoga muslimah sekalian bisa mengambil hikmah dan mengikuti jejak keduanya,
meninggal dalam keadaan teguh menggenggam "Tauhid." "

Alkisah di negeri Mesir, Fir'aun terakhir yang terkenal dengan keganasannya
bertahta. Setelah kematian sang isteri, Fir'aun kejam itu hidup sendiri tanpa
pendamping. Sampai cerita tentang seorang gadis jelita dari keturunan keluarga
Imran bernama Siti Asiah sampai ke telinganya.

Fir'aun lalu mengutus seorang Menteri bernama Haman untuk meminang Siti Asiah.
Orangtua Asiah bertanya kepada Siti Asiah :
"Sudikah anakda menikahi Fir'aun ?"
"Bagaimana saya sudi menikahi Fir'aun. Sedangkan dia terkenal sebagai raja yang
ingkar kepada Allah ?"
Haman kembali pada Fir'aun. Alangkah marahnya Fir'aun mendengar kabar penolakan
Siti Asiah.
"Haman, berani betul Imran menolak permintaan raja. Seret mereka kemari. Biar
aku sendiri yang menghukumnya !"

Fir'aun mengutus tentaranya untuk menangkap orangtua Siti Asiah. Setelah
disiksa begitu keji, keduanya lantas dijebloskan ke dalam penjara. Menyusul
kemudian, Siti Asiah digiring ke Istana. Fir'aun kemudian membawa Siti Asiah ke
penjara tempat kedua orangtuanya dikurung. Kemudian, dihadapan orangtuanya yang
nyaris tak berdaya, Fir'aun berkata:"He, Asiah. Jika engkau seorang anak yang
baik, tentulah engkau sayang terhadap kedua orangtuamu. Oleh karena itu, engkau
boleh memilih satu diantara dua pilihan yang kuajukan. Kalau kau menerima
lamaranku, berarti engkau akan hidup senang, dan pasti kubebaskan kedua
orangtuamu dari penjara laknat ini. Sebaliknya, jika engkau menolak lamaranku,
maka aku akan memerintahkan para algojo agar membakar hidup-hidup kedua
orangtuamu itu, tepat dihadapanmu."

Karena ancaman itu, Siti Asiah terpaksa menerima pinangan Fir'aun. Dengan
mengajukan beberapa syarat :
Fir'aun harus membebaskan orangtuanya.
Fir'aun harus membuatkan rumah untuk ayah dan ibunya, yang indah lagi lengkap
perabotannya.
Fir'aun harus menjamin kesehatan, makan, minum kedua orangtuanya.
Siti Aisyah bersedia menjadi isteri Fir'aun. Hadir dalam acara-acara tertentu,
tapi tak bersedia tidur bersama Fir'aun.
Sekiranya permintaan-permintaan tersebut tidak disetujui, Siti Asiah rela mati
dibunuh bersama ibu dan bapaknya.

Akhirnya Fir'aun menyetujui syarat-syarat yang diajukan Siti Asiah. Fir'aun
lalu memerintahkan agar rantai belenggu yang ada di kaki dan tangan orangtua
Siti Asiah dibuka. Singkat cerita, Siti Asiah tinggal dalam kemewahan Istana
bersama-sama Fir'aun. Namun ia tetap tak mau berbuat ingkar terhadap perintah
agama, dengan tetap melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.

Pada malam hari Siti Asiah selalu mengerjakan shalat dan memohon pertolongan
Allah SWT. Ia senantiasa berdoa agar kehormatannya tidak disentuh oleh orang
kafir, meskipun suaminya sendiri, Fir'aun. Untuk menjaga kehormatan Siti Asiah,
Allah SWT telah menciptakan iblis yang menyaru sebagai Siti Asiah. Dialah iblis
yang setiap malam tidur dan bergaul dengan Fir'aun.

Fir'aun mempunyai seorang pegawai yang amat dipercaya bernama Hazaqil. Hazaqil
amat taat dan beriman kepada Allah SWT. Beliau adalah suami Siti Masyitoh, yang
bekerja sebagai juru hias istana, yang juga amat taat dan beriman kepada Allah
SWT. Namun demikian, dengan suatu upaya yang hati-hati, mereka berhasil
merahasiakan ketaatan mereka terhadap Allah. Dari pengamatan Fir'aun yang kafir.
Suatu kali, terjadi perdebatan hebat antara Fir'aun dengan Hazaqil, disaat
Fir'aun menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang ahli sihir, yang menyatakan
keimanannya atas ajaran Nabi Musa a.s. Hazaqil menentang keras hukuman
tersebut.

Mendengar penentangan Hazaqil, Fir'aun menjadi marah. Fir'aun jadi bisa
mengetahui siapa sebenarnya Hazaqil. Fir'aun lalu menjatuhkan hukuman mati
kepada Hazaqil. Hazaqil menerimanya dengan tabah, tanpa merasa gentar sebab
yakin dirinya benar.

Hazaqil menghembuskan nafas terakhir dalam keadaan tangan terikat pada pohon
kurma, dengan tubuh penuh ditembusi anak panah. Sang istri, Masyitoh, teramat
sedih atas kematian suami yang amat disayanginya itu. Ia senantiasa dirundung
kesedihan setelah itu, dan tiada lagi tempat mengadu kecuali kepada
anak-anaknya yang masih kecil.

Suatu hari, Masyitoh mengadukan nasibnya kepada Siti Asiah. Diakhir pembicaraan
mereka, Siti Asiah menceritakan keadaan dirinya yang sebenarnya, bahwa iapun
menyembunyikan ketaatannya dari Fir'aun. Barulah keduanya menyadari, bahwa
mereka sama-sama beriman kepada Allah SWT dan Nabi Musa a.s.

Pada suatu hari, ketika Masyitoh sedang menyisir rambut puteri Fir'aun, tanpa
sengaja sisirnya terjatuh ke lantai. Tak sengaja pula, saat memungutnya
Masyitoh berkata : "Dengan nama Allah binasalah Fir'aun."

Mendengarkan ucapan Masyitoh, Puteri Fir'aun merasa tersinggung lalu mengancam
akan melaporkan kepada ayahandanya. Tak sedikitpun Masyitoh merasa gentar
mendengar hardikan puteri. Sehingga akhirnya, ia dipanggil juga oleh Fir'aun.
Saat Masyitoh menghadap Fir'aun, pertanyaan pertama yang diajukan kepadanya
adalah : "Apa betul kau telah mengucapkan kata-kata penghinaan terhadapku,
sebagaimana penuturan anakku. Dan siapakah Tuhan yang engkau sembah selama ini
?"

"Betul, Baginda Raja yang lalim. Dan Tiada Tuhan selain Allah yang sesungguhnya
menguasai segala alam dan isinya."jawab Masyitoh dengan berani.
Mendengar jawaban Masyitoh, Fir'aun menjadi teramat marah, sehingga
memerintahkan pengawalnya untuk memanaskan minyak sekuali besar. Dan saat
minyak itu mendidih, pengawal kerajaan memanggil orang ramai untuk menyaksikan
hukuman yang telah dijatuhkan pada Masyitah. Sekali lagi Masyitoh dipanggil dan
dipersilahkan untuk memilih : jika ingin selamat bersama kedua anaknya,
Masyitoh harus mengingkari Allah. Masyitoh harus mengaku bahwa Fir'aun adalah
Tuhan yang patut disembah. Jika Masyitoh tetap tak mau mengakui Fir'aun sebagai
Tuhannya, Masyitoh akan dimasukkan ke dalam kuali, lengkap bersama kedua
anak-anaknya.

Masyitoh tetap pada pendiriannya untuk beriman kepada Allah SWT. Masyitoh
kemudian membawa kedua anaknya menuju ke atas kuali tersebut. Ia sempat ragu
ketika memandang anaknya yang berada dalam pelukan, tengah asyik menyusu.
Karena takdir Tuhan, anak yang masih kecil itu dapat berkata, "Jangan takut dan
sangsi, wahai Ibuku. Karena kematian kita akan mendapat ganjaran dari Allah
SWT. Dan pintu surga akan terbuka menanti kedatangan kita."

Masyitoh dan anak-anaknyapun terjun ke dalam kuali berisikan minyak mendidih
itu. Tanpa tangis, tanpa takut dan tak keluar jeritan dari mulutnya. Saat
itupun terjadi keanehan. Tiba-tiba, tercium wangi semerbak harum dari kuali
berisi minyak mendidih itu.

Siti Asiah yang menyaksikan kejadian itu, melaknat Fir'aun dengan kata-kata
yang pedas. Iapun menyatakan tak sudi lagi diperisteri oleh Fir'aun, dan lebih
memilih keadaan mati seperti Masyitoh.

Mendengar ucapan Isterinya, Fir'aun menjadi marah dan menganggap bahwa Siti
Asiah telah gila. Fir'aun kemudian telah menyiksa Siti Asiah, tak memberikan
makan dan minum, sehingga Siti Asiah meninggal dunia.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Siti Asiah sempat berdoa kepada Allah
SWT, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya :

"Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman,
ketika ia berkata : "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi_mu
dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan
selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." (Q.S. At-Tahrim [66] : 11)

Demikian kisah Siti Asiah dan Masyitoh. Semoga muslimah sekalian bisa mengambil
hikmah dan mengikuti jejak keduanya, meninggal dalam keadaan teguh menggenggam
"Tauhid."



عَنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ : قَالَ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلَامُ : « يَا رَبِّ ، هَلْ بَاتَ أَحَدٌ مِنْ خَلْقِكَ اللَّيْلَةَ أَطْوَلُ ذِكْرًا لَكَ مِنِّيْ ؟ فَأَوْحَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِ : نَعَمْ ، الضِّفْدَعُ ، وَأَنْزَلَ اللهُ عَلَيْهِ : ( إِعْمَلُوْا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيْلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ ) قَالَ : يَا رَبِّ ، كَيْفَ أَطِيْقُ شُكْرَكَ وَأَنْتَ الَّذِيْ تَنَعَّمَ عَلَيَّ ، ثُمَّ تَرْزُقُنِيْ عَلَى النِّعْمَةِ ، ثُمِّ تَزِيْدُنِيْ نِعْمَةً نِعْمَةً ؛ فَالنِّعَمُ مِنْكَ يَا رَبِّ ، وَالشُّكْرُ مِنْكَ ، فَكَيْفَ أَطِيْقُ شُكْرَكَ يَا رَبِّ ؟ قَالَ : الْآنَ عَرَفْتَنِيْ يَا دَاوُدُ حَقَّ مَعْرِفَتِيْ »
Dari Mughirah bin Uyainah berkata, Dawud Alaihis salam berkata, “Duhai Rabb, apakah ada salah satu dari hamba-Mu yang banyak berdzikir kepada-Mu pada malam hari ini melebihi aku?” Allah berfirman, “Ya, yaitu katak.” Dan Allah menurunkan firman-Nya, “Bekerjalah hai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang berterima kasih.” (Saba : 13), Dawud berkata, “Duh Rabb, bagaimana mungkin aku mampu bersyukur kepada-Mu sementara Engkau lah yang memberikan nikmat kepadaku, Engkau lah yang memberikan rizki kepadaku di atas nikmat itu, kemudian Engkau lah yang menambahi nikmat kepadaku, nikmat demi nikmat, semua nikmat berasal dari-Mu ya Rabb, dan syukur juga berasal dari-Mu, maka bagaimana mungkin aku mampu bersyukur kepada-Mu ya Rabbi?” Allah berfirman, “Sekarang, kamu benar-benar telah mengenal-Ku wahai Dawud.” (Az-Zuhd, 105)

Jumat, 30 Maret 2012

ABU UBAIDAH BIN JARRAH (+Peta Minda)


Peta Minta Abu Ubaidah Al-Jarrah
Wajahnya selalu berseri. Matanya bersinar. Tubuhnya tinggi kurus. Bidang bahunya kecil. Setiap mata senang melihat kepadanya. Dia selalu ramah tamah, sehingga setiap orang merasa simpati kepadanya.
Di sampmg sifatnya yang lemah lembut, dia sangat tawadhu’ (rendah hati) dan sangat pemalu. Tetapi bila menghadapi suatu urusan penting, dia sangat cekatan ba gaikan singa jantan bertemu musuh.
Dialah kepercayaan ummat Muhammad. Namanya‘Amir bin ‘Abdillah bin Jarrah Al-Fihry Al-Qurasyi”, dipanggil “Abu ‘Ubaidah”;
‘Abdullah bin ‘Umar pernah bercerita tentang sifat sifat yang mulia, katanya: “Ada tiga orang Quraisy yang sangat cemerlang wajahnya, tinggi akhlak dan sangat pe malu. Bila berbicara, mereka tidak pernah dusta. Dan apabila orang berbicara kepada mereka, mereka tidak cepat-cepat mendustakan. Mereka itu ialah: Abu Bakar Shiddiq, ‘Utsman bin ‘Affan, dan Abu ‘U’baidah bin Jarrah.”
Abu ‘Ubaidah termasük kelompok pertama masuk Islam. Dia masuk Islam ditangan Abu Bakar Shiddiq, sehari sesudah Abu Bakar masuk Islam. Waktu itu beliau menemui Rasulullah saw. bersama-sama dengan ‘Abdur Rah man bin ‘Auf, ‘Utsman bin Mazh’un dan Arqam bin Abi Arqam untuk mengucapkan syahadat di hadapan beliau. Kerana itu mereka tercatat sebagai tiang-tiang pertama dalam pembangunan mahligai Islam yang agung dan indah.
Dalam kehidupannya sebagai muslim, Abu ‘Ubaidah mengalami masa penindasan yang keras dan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin di Makkah, sejak permulaan sampai akhir. Dia turut menderita bersama-sama kaum muslimin yang mula-mula, merasakan tindakan kekerasan, kesulitan dan kesedihan, yang tak pernah dirasakan oleh pengikut agama-agama lain di muka bumi ini. Walaupun beqitu, dia tetap teguh menerima segala macam cobaan. Dia tetap setia dan membenarkan Rasulullah pada setiap situasi dan kondisi yang berubah-ubah.
Bahkan ujian yang dialami Abu ‘Ubaidah dalam perang Badar, melebihi segala macam kekerasan yang pernah kita alami.
Abu ‘Ubaidah turut berperang dalam perang Badar. Dia menyusup ke barisan musuh tanpa takut mati Tetapi tentara berkuda kaum musyrikin menghadang dan mengejarnya kemana dia lari. Terutama seorang laki-laki, mengejar Abu ‘Ubaidah dengan sangat beringas kemana saja. Tetapi Abu ‘Ubaidah selalu menghindar dan menjauhkan diri untuk bertarung dengan orang itu. Orang itu tidak mahu berhenti mengejarnya.
Setelah lama berputar-put akhirnya Abu ‘Ubaidah terpojok. Dia waspada menunggu orang yang mengejarnya.
Ketika orang itu tambah dekat kepadanya, dalam posisi yang sangat tepat, Abu ‘Ubaidah mengayunkan pedangnya tepat di kepala lawan. Orang itu jatuh terbanting dengan kepala belah dua. Musuh itu tewas seketika dihadapan Abu ‘Ubaidah. Siapakah lawan Abu ‘Ubaidah yang sangat beringas itu?
Di atas telah dikatakan, tindak kekerasan terhadap kaum muslimin telah melampaui batas. Mungkin Anda ternganga bila mengetahui musuh yang tewas di tangan Abu ‘Ubaidah itu tak lain ialah “Abdullah bin Jarrah” ayah kandung Abu ‘Ubaidah.
Abu ‘Ubaidah tidak membunuh bapaknya. Tetapi membunuh kemuysrikan yang bersarang dalam pribadi bapaknya. Berkenaan dengan kasus Abu ‘Ubaidah tersebut, Allah swt. berfirman sebagai tersebut
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, saling berkasih-sa yang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak anak, atau saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahawa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (Al-Mujadalah: 22)
Ayat di atas tidak menyebabkan Abu ‘Ubaidah membusungkan dada. Bahkan menambah kokoh imannya kepada Allah dan ketulusannya terhadap agama. Orang yang mendapat gelar ‘kepercayaan ummat Muhammad” ini ternyata menarik perhatian orang-orang besar, bagaikan besi berani menarik logam di sekitarnya.
Muhammad bin Ja’far menceritakan, “Pada suatu ketika para utusan kaum Nasrani datang menghadap kepada Rasulullah. Kata mereka, “Ya, Aba Qasim! Kirimlah bersama kami seorang sahabat Anda yang Anda pandang cakap menjadi hakim tentang harta yang menyebabkan kami berselisih sesama kami. Kami senang menerima putusan yang ditetapkan kaum muslimin.”
Jawab Rasulullah, ‘Datanglah nanti petang, saya akan mengirimkan bersama kalian “orang kuat yang terpercaya”
Kata ‘Umar bin Khaththab, “Saya pergi shalat Zhuhur lebih cepat dan biasa. Saya tidak ingin tugas itu diserahkan kepada orang lain, kerana saya ingin mendapatkan gelar “orang kuat terpercaya”. Sesudah selesai shalat Zhuhur, Rasulullah menengok ke kanan dan ke kiri. Saya agàk menonjolkan diri supaya Rasulullah melihat saya. Tetapi beliau tidak melihat lagi kepada kami. Setelah beliau melihat Abu ‘Ubaidah bin Jarrah, beliau memanggil seraya berkata kepadanya, ‘Pergilah engkau bersama mereka. Adili dengan baik perkara yang mereka perselisihkan.”
Maka pergilah Abu ‘Ubaidah dengan para utusan Nasrani tersebut, menyandang gelar “orang kuar yang terpercaya”.
Abu ‘Ubaidah bukanlah sekedar orang kepercayaan semata-mata. Bahkan dia seorang yang berani memikul kepercayaan yang dibebankan kepadanya. Keberan itu ditunjukkannya dalam berbagai peristiwa dan tugas yang dipikulkan kepadanya.
Pada suatu hari Rasulullah saw. mengirim satu pasukan yang terdiri dari para sahabat untuk menghadang kafilah Quraisy. Beliau mengangkat Abu ‘U,baidah menjadi kepala pasukan, dan membekali mereka hanya dengan sekarung kurma. Tidak lebih dri itu.
Kerana itu Abu ‘Ubaidah membagi-bagikan kepada para prajuritnya sehari sebuah kurma bagi seorang. Mereka mengulum kurma itu seperti menghisap gula-gula. Sesudah itu mereka minum. Hanya begitu mereka makan untuk beberapa hari.
Waktu kaum muslimin kalah dalam perang Uhud, kaum musyrikin sedemikian bernafsu ingin membunuh Rasulullah saw. Waktu itu, Abu ‘Ubaidah termasuk sepuluh orang yang selalu membentengi Rasulullah. Mereka mempertaruhkan dada mereka ditembus panah kaum musyrikin, demi keselamatan Rasulullah saw. Ketika pertempuran telah usai, sebuah taring Rasulullah ternyata patah. Kening beliau luka, dan di pipi beliau tertancap dua mata rantai baju besi beliau. Abu Bakar menghampiri Rasulullah hendak mencabut kedua mata rantai itu dan pipi beliau.
Kata Abu ‘Ubaidah, “Biarlah saya yang mencabut nya!”
Abu Bakar menyilakan Abu ‘Ubaidah. Abu ‘Ubaidah kuatir kalau Rasulullah kesakitan bila dicabutnya dengan tangan. Maka digigitnya mata rantai itu kuat-kuat de ngan giginya lalu ditariknya. Setelah mata rantai itu tercabut, gigi Abu ‘Ubaidah tanggal satu. Kemudian digigit nya pula mata rantai yang sebuah lagi. Setelah tercabut, gigi Abu ‘Ubaidah tanggal pula sebuah lagi.
Kata Abu Bakar, “Abu ‘Ubaidah orang ompong yang paling cakap.”
Abu ‘Ubaidah selalu mengikuti Rasulullah berperang dalam setiap peperangan yang dipimpin beliau, sampai beliau wafat.
Dalam musyawarah pemilihan Khalifah yang pertama (Yaumu s-saqifah), ‘Umar bin Khaththab mengulurkan tangannya kepadà Abu ‘Ubaidah seraya berkata, “Saya memilih Anda dan bersumpah setia dengan Anda. Kerana saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:.
“Sesungguhnya tiap-tiap ummat mempunyai orang dipercayai. Orang yang paling dipercaya dan ummat ini adalah Anda (Abu ‘Ubaidah).”
Jawab Abu ‘Ubaidah, “Saya tidak mahu mendahului orang yang pernah disuruh Rasulullah untuk mengimami kita shalat sewaktu beliau hidup (Abu Bakar). walaupun sekarang beliau telah wafat, marilah kita imamkan juga dia.”
Akhirnya mereka sepakat memilih Abu Bakar inenjadi Khalifah Pentama, sedangkan Abu ‘Ubaidah menjadi penasihat dan pembantu utama bagi Khalifah.
Setelah Abu Bakar, jabatan khalifah pindah ke tangan ‘Umar bin Khatthab Al-Faruq. Abu ‘Ubaidah selalu dekat dengan ‘Umar dan tidak pernah membangkang perintahnya, kecuali sekali. Tahukah Anda, perintah Khalifah ‘Umar yang bagaimanakah yang tidak dipatuhi Abu Ubaidah?
Peristiwa itu terjadi ketika Abu ‘Ubaidah bin Jarrah memimpin tentara muslimin menaklukkan wilayah Syam (Syria). Dia berhasil memperoleh kemenangan demi ke menangan berturut-turut, sehingga seluruh wilayah Syam takluk ke bawah kekuasaannya sejak dan tepi sungai Furat di sebelah Timur sampai ke Asia Kecil di sebelah Utara
Sementara itu, di negeri Syam berjangkit penyakit menular (Tha’un) yang amat berbahaya, yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga korban berjatuhan. Khalifah ‘Umar datang dan Madinah , sengaja hendak menemui Abu ‘Ubaidah. Tetapi ‘Umar tidak dapat masuk kota kerana penyakit yang sedang mengganas itu. Lalu ‘Umar menulis surat kepada Abu ‘Ubaidah sebagai berikut:
“Saya sangat penting bertemu dengan Saudara. Tetapi saya tidak dapat menemui Saudara kerana wabak penyakit sedang berjangkit dalam kota. Kerana itu bila surat ini sampai ke tangan Saudara malam hari, saya harap Saudara berangkat menemui saya di luar kota sebelum Subuh. Dan bila surat ini sampai ke tangan siang hari, saya harap Saudara berangkat sebelum hari petang.”
Setelah surat Khalifah tersebut dibaca Abu ‘Ubaidah, dia berkata, “Saya tahu maksud Amirul Mu’minin memanggil saya. Beliau ingin supaya saya menyingkir dari pe nyakit yang berbahaya ini.”
Lalu dibalasnya surat Khalifah, katanya;
“Ya, Amirul Mu’minin! Saya mengerti maksud Khalifah memanggil saya. Saya berada di tengah-tenciah tentara muslimin, sedang bertugas memimpin mereka. Saya tidak ingin meninggalkan mereka dalam bahaya yang mengancam hanya untuk menyelamatkan diri sendiri. Saya tidak ingin berpisah dengan mereka, sehingga Allah memberi keputusan kepada kami semua (selamat atau binasa). Maka bila surat ini sampai ke tangan Anda, ma’afkanlah saya tidak dapat memenuhi permintaan Anda, dan beri izinlah saya untuk tetap tinggal bersama-sama mereka.”
Setelah Khalifah ‘Umar selesai membaca surat tersebut, beliau menangis sehingga air matanya meleleh ke pipinya. Kerana sedih dan terharu melihat Umar menangis, maka orang yang disamping beliau bertanya, “Ya, Amiral Mu’ minin! Apakah Abu ‘Ubaidah wafat?”
“Tidak!” jawab ‘Umar. “Tetapi dia berada di ambang kematian.”
Dugaan Khalifah tersebut tidak salah. Kerana tidak lama sesudah itu Abu ‘Ubaidah terserang wabak yang sangat berbahaya. Sebelum kematiannya Abu ‘Ubaidah berwasiat kepada seluruh prajuritnya:
“Saya berwasiat kepada Anda sekalin. Jika wasiat ini kalian terima dan laksanakan, kalian tidak akan sesat dari jalan yang baik, dan senantiasa berada dalam bahagia.
“Tetaplah menegakkan shalat. Laksanakan puasa Ramadhan. Bayar sedekah (zakat). Tunaikan ibadah haji dan ‘umrah. Hendaklah kalian saling menasihati sesama ka lian. Nasihati pemerintah kalian, jangan dibiarkan mereka tersesat. Dan janganlah kalian tergoda oleh dunia.
Walaupun seseorang bisa berusia panjang sampai senibu tahun, namun akhinnya dia akan menjumpai kematian seperti yang kalian saksikan ini.
“Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…” Kemudian dia menoleh kepada Mu’adz bin Jabal.
Katanya, “Hai, Mu’adz! Sekarang engkau menjadi Imam (Panglima)!” Tidak lama kemudian, ruhnya yang suci berangkat ke rahmatullah. Dia telah tiada di dunia fana. Jasadnya tidak lama pula habis dimakan masa. Tetapi amal pengorbanannya akan tetap hidup selama-lamanya.
Mu’adz bin Jabal berdiri di hadapan jama’ahnya, lalu dia berpidato:
“Ayyuhannaas! (Hai sekalian manusia!) Kita semua sama-sama merasa sedih kehilangan dia (Abu ‘Ubaidah). Demi Allah! Saya tidak melihat orang yang lapang dada melebihi dia. Saya tidak melihat orang yang lebih jauh dan kepalsuan, selain dia. Saya tidak tahu; kalau ada orang yang lebih menyukai kehidupan akhirat melebihi dia. Dan saya tidak tahu, kalau ada orang yang suka memberi nasihat kepada umum melebihi dia. Kerana itu marilah kita memohon rahmat Allah baginya, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya pula kepada kita semua.
Amin!!

=========================================================================


mencelup uban
وَعَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيْرِيْنَ قَالَ
سُئِلَ أَنَّسُ بْنُ مَالِكٍ عَنْ خِضَابِ
رسول الله صلى الله عليه وسلم
فَقَالَ إِنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم
لَمْ يَكُنْ شَابٌ إِلا يَسِيرًا
وَلكِنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ بَعْدَهُ خَضَّبَا بِالْحِنَاءِ وَالْكَتَمِ
 
Dari Muhammad bin Sirin, ia berkata kepada Anas
pernah ditanyakan kepada semirin rambut Rasulullah s.a.w.
lalu ia menjawab : "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. tidak beruban
kecuali sedikit, tetapi Abu Bakar dan Umar sesudahnya
mencelup dengan inai dan kattan. (Kattan hampir serupa dengan inai)
Hadis riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim

Nurdin Zangi

Pahlawan Islam – Nurdin Zangi( Petikan dari Abul Hassan ali Nadwai, Saviors of Islamic Spirit)
Suasana Ummat Islam pada kurun ke-5H
Negeri-negeri Islam pada zaman itu sibuk dengan perbincangan ilmu manakala dalam masa yang sama orang-orang Kristian sibuk membina kekuatan tentera untuk menghancurkan dunia Islam. Orang-orang Kristian di Eropah memang sangat benci kepada ummat Islam selepas orang-orang Islam dapat menawan empayar Byzantine. Kebencian ini semakin hari semakin menjadi-jadi. Sebabnya ialah dengan kajtuhan Bysantine, semua kawasan suci ummat Kristian telah jatuh ketangan ummat Islam termasuklah tempat lahir Nabi Isa as.

Perkara ini sudah cukup menyebabkan orang-orang Kristian menaruh rasa dendam kepada Islam tetapi adanya negara-negara Islam yang kuat menyebabkan mereka tidak berani mengusik tanah air Islam. Walau bagaimana pun kejatuhan empayar Saljukid dan keadaan yang tidak menentu di Asia Kecil dan Syria pada akhir kurun ke-5 H telah memberikan peluang kepada orang-orang Kristian. Pada masa itu di dunia Kristian telah lahir seorang pemimpin yang bersemangat waja yang mampu menggerakkan rakyat jelata Kristian. Dia ialah Peter the Hermit. Kemampuannya membangkitkan semangat orang-orang Kristian di tambah lagi keadaan ekonomi yang mendesak pada masa itu menyebabkan rakyat bawahan tidak teragak-agak untuk pergi berperang.
Kemaraan pertama tentera Kristian ke arah Timur ialah ke arah Syria pada tahun 490 H. Dalam tempoh dua tahun dua bandar besar, Edessa dan Antioch, dan beberapa bandar lain telah jatuh ke tangan tentera Kristian. Pada tahun 492H tentera Kristian telah dapat menawan Baitul Muqaddis. Dalam tahun-tahun berikutnya sebahagian besar Palestin dan kawasan pantai Syria, Tortosa, Acre, Tripolis dan Sidon telah jatuh ke tangan tentera Salib. Menurut Stanley Lane-Poole, seorang ahli sejarah Kristian, tentera Kritian masuk seperti kapak membelah sambungan kayu.
Seterusnya Lane-Poole mengatakan empayar Muhammedan seolah-olah dibelah-elah sehingga berkecai. Penawanan Baitul Muqaddis menyebabkan tentera Salib hilang pertimbangan sehingga bertinDak di luar batas-batas kemanusiaan sehingga ahli-ahli sejarah Kristian sendiri malu untuk menuliskannya tetapi tak boleh menafikannya. Selepas kejatuhan Baitul Muqaddis ummat Islam telah dibantai. Pembunuhan besar-besaran terhadap ummat Islam telah menyebabkan darah membanjiri jalan menuju ke Masjid Umar sehingga setinggi lutut. Bayi-bayi direntap dengan memegang kakinya dan kemudian dihempaskan ke dinding atau dipusing-pusingkan. Orang-orang Yahudi pula dibakar hidup-hidup di dalam rumah ibadah mereka. Pada hari berikutnya keadaan yang serupa berulang tetapi lebih meluas.
Pada suatu keadaan 300 orang tawanan yang telah dijanjikan keselamatan telah dibunuh beramai-ramai. Mayat-mayat lelaki dan perempuan serta kanak-kanak dari pembunuhan ini dan pembunuhan beramai-ramai lainya telah dilonggokkan lalu dipotong-potong dan dicincang. Apabila pesta pembunuhan ini selesai, tawanan perang disuruh membersihkannya. Kejatuhan Baitul Muqaddis menandakan permulaan keruntuhan kekuasaan Islam dan bertambah kuatnya Kristian di Barat. Kejayaan mereka menubuhkan empat kerajaan di Palestin, Edessa, Antioch dan Tripoli yang bersempadankan Laut Mediterranean hingga ke Sungai Ifrat dan Mesir membuktikan perkara ini. Tegaknya keempat-empat kerajaan Kristian ini telah mendedahkan dunia Islam kepada serangan-serangan yang lebih besar. Pada masa cita-cita pahlawan-pahlawan salibi sangat tinggi hinggakah Reginald Chatillon pernah mengatakan rancangannya untuk merentas Jazirah Arab, menawan Mekkah dan Madinah dan kemudian mengeluarkan jenazah Rasulullah saw dari dalam kubur.
Tidak pernah dalam sejarah sesemenjak Rasulullah diutus agama Islam dalam keadaan yang amat bahaya seperti ini. Kewujudan Islam pada masa itu seperti telur di hujung tanduk. Abad ke-6 H bermula dengan ummat Islam yang bercakaran sesama sendiri. Selepas kewafatan Malik Shah, seorang raja Sajukid yang hebat, peperangan saudara berlaku antara pengganti-penggantinya sehingga memecahkan kerajaan kepada beberapa kerajaan yang kecil. Tiada satupun pemimpin Islam yang cukup berwibawa untuk menyatukan kekuatan Islam untuk berdepan dengan kekuatan tentera Salib. Stanley Lane-Poole telah menyatakan masa itu ummat Islam tidak tentu arah dan kelam kaut kerena terkejut dengan berkecainya kerajaan Islam yang besar dan kuat yang selama ini melindungi mereka. Keadaan kelam kabut ini demikian mendalam yang tidak boleh diperbetulkan kecuali adanya kuasa yang kuat.
Pendeknya masa itulah yang paling sesuai bangsa-bangsa Eropah menyerang. Dalam keadaan yang demikian bahaya, tiba-tiba Allah menerbitkan satu bintang dari ufuk timur. Seperti zaman-zaman sebelumnya, apabila Islam dalam bahaya, Allah menciptakan seorang mujaddid dari tempat yang tidak disangka-sangka untuk menyelamatkan agama suci ini. Lane-Poole ada menuliskan, ketika seruan jihad sangat diperlukan dan seorang panglima perang yang bersemagat dan cerdik serta dihormati dinanti-nanti muncullah Imaduddin Zengi.
Imaduddin Zengi adalah anak seorang pengawal balai rong Sultan Malik Shah. Kemudian Sultan Mahmud telah melantik beliau menjadi pemerintah Mosul dengan gelaran Atabek. Selepas ia mengukuhkan kedudukannya di Syria dan Iraq, Imaduddin pergi menyerang Edessa (Roha) yang menjadi salah satu kubu kuat tentera Salib dan menjadi pusat mengaturkan serangan-serangan keatas wilayah-wilayah Islam. Imaduddin telah berjaya menawan kubu kuat itu pada 6 Jamadil Akhir, 539 H. Ahli sejarah Arab menyifatkan kejayaan ini sebagai penaklukan atas penaklukan kerana Edessa dianggap kubu Kerajaan Kristian yang paling kuat. Dengan kejayaan mengambil semula Eddessa, lembag Ifrat terselamat dari serangan tentera Salib. Tidak lama selepas ia berjaya menawan semula Edessa, Imaduddin telah dibunuh oleh seorang hamba pada 5 Rabiul Akhir, 541 H. Maka tamatlah riwayat seorang pahlawan Islam yang telah membuka jalan bagi ummat Islam untuk menyerang balas melawan tentera Salibi. Walau bagaimana kerja berat Imaduddin yang tidak sempat diselesaikannya telah diteruskan oleh anaknya yang tidak kalah hebatnya, iaitu Al-Malik al-Adil Nurdin Zangi.
Al-Malik Al-Adil Nurdin Zangi
Nurdin Zangi pada ketika itu telah menjadi pemerintah Aleppo. Kedudukan yang berhadapan dengan tentera Kristian menyebabkan ia diberi tanggungjawab menerajui kerja-kerja menyelamatkan dunia Islam. Ia telah menumpukan usahanya untuk mengusir keluar penguasa Kristian yang kini memerintah Syria dan Palestin. Boleh dikatakan seluruh hayatnya ditumpukan kepada usaha ini. Baginya jihad menentang tentara Salibi adalah amal ibadah yang paling besar dikurniakan Allah. Dengan usaha jihadnya, ia dapat menguasai Harim pada tahun 559 H. Harim adalah kubu kuat Kristian di sebelah Utara Palestin dan Nurdin Zangi terpaksa berhadapan dengan tentera bersekutu Franks dan Greeks.
Diceritakan lebih kurang 10,000 tentera Kristian telah terbunuh dan sejumlah yang tidak terkira telah dapat ditawan. Di antara orang-orang penting tentera Salib yang dapat ditawan ialah Bohemond, putra raja Antioch, Raymond dari Tripoli, Joscelin III dan Duke Calamar, seorang panglima Greek.Tidak lama selepas itu, kota Banias yang dimiliki oleh Kaesar Philippi di kaki gunung Hermon dapat ditawan selepas mengepungnya dari dua arah. Betapa petingnya perubahan kuasa ini telah digambarkan oleh Stanley Lane-Poole seperti berikut:“Kejayaan pablima perang Nurdin Sangi, iaitu Salahuddin, menguasai lembah Nil di Mesir telah menyebabkan kerajaan Kristian Jerusalem di Palestin terjepit di antara dua ketumukan tentera yang dikuasai oleh pemirintah yang sama. Pelabuhan Demietta dan Iskandariah telah membolehkan tentera Islam mengadakan angkatan laut dan memutuskan hubungan tentera Salib dari Eropah dan merampas bekalan mereka”Dengan kejayaannya itu Nurdin Zangi telah dapat mengalahkan tentera Salib di Palestin tetapi cita-citanya yang sebenar ialah mengusir mereka dari Baitul Mukaddis. Tetapi cita-citanya tidak tercapai apabila ia jatuh sakit dan pulang ke rahmat Allah pada tahun 569 H. Usaha dan asas-asas yang telah dibinanya kemudian disambung oleh Salahuddin Al-Ayyubi.
Perangai Nurdin Zangi
Ahli-ahli sejarah telah menyifatkan Nurdin Zangi sebagai orang yang gigih, pemerintah yang adil, berhati lembut, warak, berpandangan jauh dan seorang pahlawan yang gagah berani yang sanggup pergi ke garisan hadapan semasa perang. Ibnu Al-Jawzi yang sezaman dengan Nurdin Zangi telah menuliskan dalam bukunya al-Muntazam seperti berikut:“Nurdin bersama tenteranya telah mara ke arah musuh di sempadan dan telah berjaya menawan lebih dari 50 bandar dari orang-orang kafir. Ia telah membawa kemakmuran kepada negaranya melebihi kemakmuran pemerintah-pemerintah lain. Keamanan dan keadilan telah meliputi kawasan pemerintahannya. Banyak lagi kebaikan-kebaikannya jika hendak dipuji.
Walaupun demikian ia tetap memberikan ketaatan kepada Khalifah di Baghdad. Sebelum ia menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia telah berjaya menghapuskan segala bentuk penindasan dan cukai-cukai haram dalam kawasan pemerintahannya. Kehidupannya sangat sederhana. Ia sangat menghormati orang-orang alim dan ulama’”Seorang lagi ahli sejarah yang terkenal dengan penilaiannya yang tepat, Ibnu Khallikan telah menuliskan, “Ia adalah seorang pemerintah yang wara’ yang sentiasa memastikan dirinya mengikut syara’. Ia juga menyanjung dan mengambil berat hal ehwal para ulama. Ia terkenal dengan kehendaknya yang kuat untuk berjihad. Ia juga menginfakkan sebahagian dari pendapatannya untuk menolong orang-orang fakir miskin. Ia telah mendirikan institusi-institusi pendidikan dalam setiap bandar di Syria. Banyak lagi pembangunan untuk kepentingan rakyat yang telah dilakukan sehingga sukar untuk menyenaraikannya”.
Ibnu Al-Athir, seorang lagi ahli sejarah yang ternama, telah menuliskan dalam bukunya Tarikh al-Kamil, “Aku telah mengkaji kerja pemerintah-pemerintah silam, kecuali empat khalifah yang pertama dan Umar bin Abdul Aziz , tiada satupun pemerintah yang begitu adil dan wara’ serta taat kepada undang-undang seperti Nurdin Zangi”. Pengakuan Ibnu Al-Athir ini dipandang sangat bermakna kerana ia telahpun berusian 14 tahun semasa Nurdin mangkat. Ia telah menuliskan mengenai sifat-sifat dan perangai Nurdin Zangi seperti berikut:“Ia memenuhi keperluan peribadi dari bahagian harta rampasan perang. Keperluan keluarganya dipenuhi dari tiga buah kedai miliknya di Hams yang menghasilkan sewa sebanyak 20 dinar setahun.
Suatu hari isterinya mengadu pendapatan dari sewa kedai itu tidak cukup. Ia menjawab, “Aku tidak mempunyai lebih dari itu untuk diberikan kepada mu. Apa yang kau lihat selain dari itu adalah amanah ummat Islam ke atas ku dan aku tidak lebih dari pemegang amanah. Aku tidak mahu dihumbankan ke dalam neraka disebabkan kau aku membelanjakan harta rakyat untuk kepentingan kita” “.“Ia sentiasa menghabiskan sebahagian dari malam hari untuk sembahyang. Ia suka mempelajari hukum hakam dan hadis dan ia berfikiran terbuka. Ia terkenal dengan cintanya kepada keadilan yang dapat dilihat dengan jelas. Ia telah banyak menghapuskan cukai-cukai di kawasan pemerintahannya yang terdiri dari Mesir, Syria dan Mosul. Ia sangat teliti dalam melaksanakan hukum-hukum Syara’. Pada suatu hari ia telah dipanggil ke mahkamah. Sebelum ia pergi ia telah memberi notis kepada Kadi supaya tidak memberikan kelebihan kepadanya bila ia berdiri di mahkamah sebagai orang yang tertuduh. Walaupun ia menang dalam kes ini, ia telah memberikan haknya kepada pihak pendakwa sambil berkata, “Aku memang telah membuat keputusan untuk hadir tetapi rasa ego ku menyebabkan aku hampir tidak menhadiri mahkamah ini. Oleh itu aku terus datang dan kini aku lepaskan keputusan yang memihak kepada ku”.
Sehubungan dengan keadilan ia telah menubuhkan satu tribunal yang dikenali sebagai Dar-ul-‘Adl (Rumah Keadilan) di mana dia dan Kadi mendengar pebicaraan pegawai-pegawai tinggi dan anak-anak pembesar”“Di medan peperangan ia digemari kerana keberaniannya. Ia sentiada membawa dua panah dan anak-anak panah ke medan peperangan. Pada suatu ketika seseorang telah berkata kepadanya, ‘Demi Allah, jangan dedahkan diri kau dan Islam kepada bahaya”. Jawabnya, “Siapa Nurdin yang kamu bercakap sedemikian rupa? Siapa lagi yang mempertahankan negeri ini dan Islam kalau bukan aku? Ketahuilah tiada penyelemat melainkan dari Allah”. “Ia meninggikan martabat ulama’ dan sentiasa berdiri apabila menyambut mereka. Ia mengambil berat hal-ehwal mereka dan sentiasa memberikan mereka hadiah-hadiah. Walaupun ia rendah diri dan sederhana, tetapi perawakannya yang kuat menyebabkan orang selalu merasa takut apabila ia datang. Banyak lagi kebaikan-kebaikannya tetapi tidak dapat dimasukkan dalam penulisan ini”.
Semangat yang tak pernah luntur
Nurdin telah bertekad untuk mengahalau pauk Salib keluar dari tanah suci. Semangatnya tidak pernah luntur dan keazamannya tidak pernah susut untuk mencapat tekadnya itu. Ia pernah kalah dalam peperangan, iaitu di Hisn al-Akrad pada tahun 558 H. Tanpa disedari ia telah diserang secara tiba-tiba oleh tentera Kristian. Apabila peperangan itu reda ia telah berkhemah di Hams, hanya beberapa batu dari khemah musuh. Beberap orang telah menasihatkannya supaya tidak berada terlalu dekat dengan musuh selepas kalah dalam peperangan. Tetapi Nurdin meminta mereka diam seraya berkata, “Aku tak peduli dengan musuh walaupun aku hanya ada seribu ekor kuda. Demi Allah aku tidak akan masuk ke rumah selagi aku tidak memberikan balasan kepada musuh”. Dalam keadaan demikianpun ia masih lagi memberikan peruntukan kepada ulama, orang miskin dan orang-orang yang memberikan seluruh masanya di jalan Allah. Apa bila dicadangkan kepada beliau wang peruntukan itu boleh dialihkan untuk memperkukuhkan tenteranya dalam keadaan yang sangat bahaya ini, ia menjawab dengan marah, “Aku mengharapkan pertolongan Allah melalui restu dan doa mereka.
Rasulullah saw pernah bersabda bahwa pertologan dan bantuan Allah turun ke muka bumi disebabkan oleh doa orang miskin dan yang ditindas. Tidak mungkin aku tidak menolong orang yang berjuang untuk ku ketika aku tidur. Mereka ini tidak pernah lalai dari kerja-kerja mereka. Kamu pula hendakkan aku menolong orang yang berjuang hanya bila mereka lihat aku di medan peperangan bersama-sama mereka dan mereka ini kadang-kadang berjaya dan kadang0kadang gagal. Orang-orang miskin ini pula mempunyai hak atas khazanah negara, bagaimana aku boleh mengelak dari menunaikan hak mereka?”Nurdin seterusnya bersedia untuk menebus kembali kekalahannya. Ia telah membahagi-bahagikan sejumlah wang yang agak banyak kepada pengikut-pengikutnya, menulis surat kepada gavenor-gavenornya supaya mengirimkan lagi wang dan dalam masa yang sama meminta orang-orang wara’ dan bertaqwa mendoakan kejayaannya.
Usaha-usahanya ini telah membangkitkan semangat jihad di seluruh negerinya yang luas itu untuk menentang tentera Salib. Apa sampai masanya ia telah berhadapan dengan tentera berseutu Franks dan Greek. Akhirnya dalam satu peperangan yang sengit di Harim ia telah dapat mengalahkan musuhnya sehingga Harim dan beberapa kubu musuh yang lain telah dapat dikuasainya.Semangat Nurdin yang berkobar boleh kita bayangkan melalui satu peristiwa yang telah dirakamkan oleh ahli-ahli sejarah. Ketika ia mengepung Banias, sebuah kubu kuat yang dikawal oleh Kaesar Philippi, adiknya, Nusratdin, telah mengalami kecedaraan mata yang teruk. Ketika menziarahi adiknya yang cedera itu ia berkata, “Jika kau tahu balasan yang akan kau terima di akhirat nanti disebabkan kehilangan satu matamu itu, kau akan menghendaki yang satu lagipun hilang juga”.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


menjaga lidah dan tangan
عَنْ عَبْدِاللهِ بْن عَمْرٍ وبْنِ الْعَاصِ يَقُولُ
أَنَّ رَجُلا سأَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَىُ الْمُسُلِمِيْنَ خَيْرٌ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ
مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Dari Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, katanya :
"Bertanya seorang lelaki kepada Rasulullah s.a.w. :
"Manakan yang terbaik antara kaum muslimin ini?"
Jawab Rasulullah s.a.w. :
"Ialah kaum Muslimin yang terhindar dari bencana lidah dan tangannya."
Hadis sahih riwayat Muslim

Cut Nyak Meutia

Pendahuluan
Perjuangan wanita dan kancah peperangan telah memberi warna tersendiri dalam sejarah  perjuangan Aceh. Sederetan nama muncul seperti Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, Pocut Baren dan pejuang wanita lainya. Peran mereka sangat besar, tak pernah ada rasa takut gentar mendampingi suami ke medan perang, meskipun melintasi hutan yang penuh marabahaya di dalam hutan belantara terkadang mereka harus menahan lapar dan dahaga namun semangat mereka tidak pernah sirna dalam membela tanah air dan agama.
Peran serta aktif mereka di dalam peperangan sebagaimana dinyatakan oleh H.C. Zentgraaff mengenai wanita Aceh bahwa perannya di dalam masa perjuangan sukar untuk di nilai dan biasanya aktif sekali. Wanita Aceh gagah berani adalah penjelmaan rasa dendam terhadap Kolonial Belanda yang tak ada taranya serta tidak mengenal damai. Jika ia turut bertempur maka tugas itu dilaksanakan dengan suatu energi yang tak kenal maut dan mengalahkan prianya (H.C. Zentgraaff, 1983: 78).
Keberanian para wanita Aceh yang cukup tangguh di dalam perjuangan kiranya mereka patut mendapat gelar srikandi. Di dalam kamus Bahasa Indonesia srikandi adalah nama salah seorang isteri arjuna tokoh wayang) yang sangat berani dan pandai memanah. Srikandi dapat juga berarti pahlawan wanita yang gagah berani (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa, 1995: 961 ).
Pengorbanan jiwa raga yang mereka berikan dalam mempertahankan sesuatu pendirian yang merupakan kepentingan umum nasional maka di antara mereka ada yang telah diberi gelar sebagai pahlawan nasional. Salah satunya adalah Cut Nyak Meutia atau sering disebut Cut Meutia (dalam Bahasa Aceh Meutia artinya Mutiara).
Tulisan tentang perjuangan Cut Meutia sudah banyak disajikan secara lengkap dalam berbagai bentuk dan versi namun kali ini kami mencoba menguraikan secara singkat perjuangannya agar para generasi muda khususnya dan masyarakat umum untuk membacanya. Sikap patriotis yang dimiliki Cut Meutia patut diteladani serta terus menerus ditumbuhkan dalam diri generasi muda dan masyarakat sehingga sikap bela bangsa dan negara dapat terbina dalam rangka untuk mengisi pembangunan yang sedang terlaksana.
Tulisan perjuangan Cut Meutia ini akan mengungkapkan latar belakang kehidupan Cut Meutia, kapan dia dilahirkan, suasana lingkungan keluarga tempat ia dibesarkan serta pendidikan yang pernah diterima oleh Cut Meutia. Kesemua ini tentu ikut memberi motivasi tumbuhnya sikap kesatria dan semangat Fisabilillah dalam dirinya. Watak dan pribadi ini pula yang menyebabkan perkawinan pertama tidak dapat bertahan lama karena perbedaaan pendirian di antara mereka. Awal perjuangan dimulainya saat ini menemui dan menikah dengan pria yang menjadi harapan hatinya, memikul senjata bersama untuk dapat membela negara. Saat suami tercinta harus menjalani hukuman pihak Belanda semangat Cut Meutia kian membara. Atas anjaran suami tercinta (Teuku Chik Tunong), agar Meutia menikah dengan Pang Nanggroe dipenuhinya untuk meneruskan cita-cita menegakkan Kemerdekaan bumi persada. Tewasnya Pang Nanggroe dalam perjuangan bukan berarti Cut Meutia menghentikan perlawanan. Berbagai taktik dan siasat ia jalankan untuk mencapai tujuan. Sampai akhinya ia gugur menerima peluru
senapan dari pihak lawan. Sumbangan jiwa raga untuk bangsa dan tanah air yang telah diberikan Cut
Meutia, maka atas jasanya Pemerintah Republik Indonesia mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 107 tanggal 2 Mei 1964.
Latar Belakang Kehidupannya Cut Meutia di lahirkan pada tahun 1870, anak dari hasil perkawinan antara Teuku
Ben Daud Pirak dengan Cut Jah. Dalam perkawinan tersebut mereka dikaruniai 5 orang anak. Cut Meutia merupakan putri satu-satunya di dalam keluarga tersebut, sedangkan keempat saudaranya adalah laki-laki. Saudara tertua bernama Cut Beurahim disusul kemudian Teuku Muhammadsyah, Teuku Cut Hasen dan Teuku Muhammad Ali. Ayahnya adalah seorang Uleebalang di desa Pirak yang berada dalam daerah Keuleebalangan Keureutoe.
Pemberian nama yang indah pada dirinya dengan Meutia (berarti mutiara) bukan saja karena paras wajahnya yang cantik, tetapi bentuk tubuh yang indah menyertainya. Pengakuan keindahan rupa dan tubuhnya tidak luput dari perhatian seorang penulis Belanda yang mengungkapkan :
Cut Meutia bukan saja amat cantik tetapi iapun memiliki tubuh yang tampan dan menggairahkan. Dengan mengenakan pakaian adatnya yang indah-indah menurut kebiasaan wanita di Aceh dengan silueue (celana) sutera berwarna hitam dan baju dikancing perhiasan-perhiasan emas di dadanya serta tertutup ketat, dengan rambutnya yang hitam pekat dihiasi ulee cemara emas (sejenis perhiasan rambut) dengan gelang di kakinya yang melingkar pergelangan lunglai, wanita itu benarbenar seorang bidadari (H.C. Zentgraaff, 1983: 151).
Dalam perjalanan kehidupannya Cut Meutia bukan saja menjadi mutiara keluarga dan desanya Pirak, melainkan ia telah menjadi mutiara yang tetap kemilau bagi nusantara .
Daerah uleebalang Pirak tempat kelahirannya merupakan daerah yang berdiri sendiri karena daerah ini mempunyai pemerintahan dan kehakiman tersendiri sehingga dapat memutuskan perkara-perkara dalam tingkat yang rendah. Saat daerah Uleebalang Pirak di bawah kepemimpinan Teuku Ben Daud (ayah Cut Meutia) Suasana penuh dengan ketenangan dan kedamaian sebagai seorang yang bijaksana perhatian Teuku Ben Daud selalu tertumpah pada rakyatnya karena selain sebagai uleebalang dia juga dikenal sebagai seorang ulama yang sampai akhir hayatnya tidak mau tunduk dan patuh pada Belanda, tidaklah mengherankan jika sifat kesatria itu terbina dalam diri Cut Meutia kelak.
Sebagaimana kebiasaan rakyat Aceh, maka sejak kecil Meutia telah diberikan pendidikan agama Islam, terutama pendidkan yang mengajarkan tentang kebesaran Islam yaitu sikap benci terhadap kemungkaran dan penindasan dan tidak merasa senang terhadap siapa saja yang mengganggu agama Islam dan bangsanya. Bagi mereka mati membela agama syahid hukumnya yang pahalanya adalah mendapat syurga di akhirat kelak.
Begitu juga halnya Meutia Kecil, ia dididik dengan pelajaran agama yang ketat, baik di tempat pengajian maupun dengan cara mendatangkan guru atau ulama ke rumahnya, bahkan kadang kala ayahnya sendiri bertindak sebagai guru. Penempaan semangat Jihat Fisabilillah dalam dirinya ikut memotivasi Cut meutia nantinya hingga la bangkit bersama-sama suaminya Teuku Cut Muhammad, Pang Nanggroe dan secara pribadi muncul sebagai pimpinan pergerakan meneruskan perjuangan mengusir penjajah
Belanda. Sampai dengan masa dewasanya, ia ditunangkan dan dikawinkan oleh
orangtuanya dengan Teuku Syamsarif yang mempunyai gelar Teuku Chik Bintara, namun la mempunyai watak lemah dan sikap hidupnya yang ingin berdampingan dengan Kompeni. Ia merupakan anak angkat dan Teuku Chik Muda Ali dan Cut Nyak Asiah Uleebalang Keureutoe. Daerahnya mencakup dari Krueng Pase sampai ke Panton Labu (Krueng Jambo Aye) yang pusat Pemerintahannya di daerah Kutajrat Manyang yang sekarang terletak 20 km dari kota administratif Lhokseumawe.
Pertentangan-Pertentangan pendirian yang semakin hari semakin terasa membuat Cut Meutia merasa tidak layak lagi hidup berdampingan dengan Teuku Chik Bintara. Di dalam jiwanya telah terpatri semangat Fisabilillah sehingga sikap anti kepada Belanda selalu mengiringinya. Berbeda dengan Teuku Chik Bintara yang senantiasa senang bekerjasama dengan Belanda sebagaimana Yang diungkapkan Muhammad Said :
Cut Meutia selain cantik tapi juga gairah dan gaya, …. Tidak layak ia menjadi istri Teuku Bintara apalagi untuk diajak bergantung “kompeni” ialah puteri yang murni dari bangsanya. Jiwa raganya melekat terus kepada para pejuang yang tidak mau tunduk dan tinggal di gunung, mereka hanya tunduk mengabdi pada jalan Fisabilillah di mana ayah bundanya aktif serta. Kesanalah idamannya, ditempat yang selalu ia pergi bebas dari kafir (Muhammad Said, 1985: 264).
Akhirnya perkawinan mereka tidak bertahan lama ia bercerai dan kemudian menikah dengan adik Syamsarif sendiri yaitu Teuku Chik Muhammad atau yang lebih dikenal dengan nama Teuku Chik Tunong. Cut Meutia telah mendapat pria yang menjadi idamannya. Seirama dan secita-cita dalam derap langkah memerangi kompeni (Belanda). Mereka lalu berhijrah ke gunung bahu membahu bersama pejuang lainnya menyusun rencana dalam rangka penyerangan terhadap Belanda Selain itu, perkawinan ini juga berarti sekaligus merupakan suatu cara meraih cita-cita karena bukan saja ia mendapatkan suami yang gagah berani, tetapi juga sebagai pemimpin pejuang Perlawanan yang sangat ditakuti oleh Belanda sebagaimana yang didambakannya selama ini.
Untuk mengungkapkan sejarah perjuangan Cut Meutia, tidaklah terlepas pada uraian tentang masa perjuangannya bersama Teuku Chik Muhammad (sebagai suami kedua), atau dengan Pang Nanggroe sebagai suami ketiga dan perjuangannya sendiri sebagai pemimpin perang pada masa itu.
Perjuangan Cut Meutia bersama Teuku Chik Tunong Awal pergerakannya di mulai pada tahun 1901 dengan basis perjuangan dari
daerah Pasai atau Krueng Pasai (Aceh Utara sekarang) di bawah komando perang Teuku Chik Muhammad atau Teuku Chik Tunong (suaminya sendiri), Cut Meutia berjuang bersama-sama, bahu-membahu dengan suami dan para pejuang lainnya. Ia bukan saja sebagai ibu rumah tangga tapi ia juga bertindak sebagai pengatur strategi pertempuran sehingga taktiknya tersebut dapat memporak porandakan pertahanan pasukan Belanda yang sedang berpatroli dan merampas senjata serta amunisi mereka yang akan digunakan untuk memperkuat persenjataan pejuang muslimin.
Teuku Chik Tunong dan Cut Meutia di dalam pergerakannya selalu menggunakan taktik perang gerilya dan spionase yaitu suatu taktik serang dan mundur serta menggunakan prajurit memata-matai gerak gerik pasukan lawan terutama rencanarencana patroli dan pencegatan. Taktik seperti ini cukup membuat pasukan Belanda kewalahan dan menjengkelkan mereka.
Taktik Spionase dilakukan oleh para spion dari pasukan pejuang yang menyamar sebagai penduduk (ureung gampong) disebarluaskan di pelosok-pelosok negeri, dengan keluguannya para spion selalu mendapatkan informasi berharga dan tepat sehingga daerah serta lokasi patroli yang akan dilalui pasukan Belanda dapat segera diketahui. Dengan cara seperti ini pasukan muslimin dapat mengatur strategi dan rencana pencegatan untuk melumpuhkan pasukan musuh tersebut karena posisi strategis pada jalur yang akan dilalui sudah dapat dikuasai. Pencegatan dan penyerangan oleh pasukan muslimin dilakukan secara tiba-tiba sehingga pasukan Belanda tidak dapat berbuat apaapa dan dengan mudah pasukan muslimin menghacurkan dan merampas semua senjata dan perbekalan.
Dalam bulan Juni 1902, berdasarkan informasi dari spionnya bahwa pasukan Belanda akan melakukan operasi dan patroli dengan kekuatan 30 orang personil di bawah pimpinan sersan Van Steijn Parve. Di dalam perlawanan tersebut pasukan Belanda mengalami kekalahan yang cukup besar yaitu dengan matinya pimpinan pasukan dan 8 orang serdadu serta banyak anggota pasukan yang cidera berat dan ringan, sedangkan di pihak pejuang muslimin syahid 10 orang (H.C. Zentgraaff, 1983: 152).
Kemudian pada bulan Agustus 1902 pasukan Chik Tunong dan Cut Meutia mencegat pasukan Belanda yang berpatroli di daerah Simpang Ulim Blang Nie. Strategi yang dipakai oleh pasukan muslimin untuk mencegat pasukan Belanda adalah dengan menempatkan pasukannya di daerah yang beralang-alang tinggi dekat jalan tidak jauh dari Meunasah Jeuro sehingga memudahkan para pejuang mengintai dan sekaligus melakukan penyerangan secara tiba-tiba. Di dalam penyerangan ini pasukan Belanda lumpuh total dan para pejuang muslimin dapat merebut 5 pucuk senapan (Muhammad Said, 1985: 265).
Pergerakan dan penyerbuan pasukan Teuku Chik Tunong dan Cut Meutia semakin ditingkatkan. Salah satu taktik lain yang dijalankan adalah taktik tipu daya dan taktik jebakan. Pada bulan Nopember 1902 diisukan oleh salah seorang pejuang muslimin (dalam hal ini Pang Gadeng) bahwa pasukan Teuku Chik Tunong-Cut Meutia beserta pasukan muslimin lainnya akan mengadakan kenduri yang bertempat di Gampong Matang Rayeuk di seberang sungai Sampoiniet. Pemilihan lokasi-lokasi jebakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa satu-satunya jalan yang akan dilalui menuju tempat tersebut adalah dengan memakai perahu jebakan ini akan mudah dilaksankan. Isu yang disebarluaskan tersebut ternyata mendapat respon serius dari pimpinan pasukan Belanda di desa Matang Rayeuk. Di bawah pimpinan Letnan RDP De Cok bersama dengan 45 orang personilnya, mereka melakukan perjalanan jalan menuju tempat yang diinformasikan tersebut. Setibanya pasukan di tepi sungai telah ada dua orang pendayung perahu (yaitu pejuang muslimin yang menyamar sebagai pengail) tanpa ada kecurigaan sedikitpun pasukan Belanda memerintahkan kepada pendayung tersebut untuk segera menyeberangkan Pasukan Belanda.
Sesuai dengan rencana yang telah disusun dan diatur oleh pejuang muslimin bahwa di tengah sungai pendayung tersebut melakukan gerakan untuk membalikan perahu. Dalam suasana malam gelap gulita kacaulah pasukan Belanda dan dengan tibatiba muncul pasukan Teuku Chik Tunong-Cut Meutia melakukan penyerangan dengan tembakan-tembakan gencar dan dengan pedang serta rencong terhunus melakukan gerakan perkelahian jarak dekat sehingga pasukan Belanda kacau dan punah di saat pertempuran ini pasukan De Cok bersama dengan 28 prajuritnya mati sedangkan pasukan muslimin dalam penyerangan ini dapat memperoleh 42 pucuk senapan (Muhammad Said, 1983: 265; H.C. Zentgraaff, 1983: 153).
Selain dari itu pasukan Chik Tunong-Cut Meutia sering melakukan gerakan
sabotase-sabotase dijalan yang dilalui kereta api, penghancuran hubungan telepon sehingga jalur perhubungan untuk mengangkut logistik pasukan Belanda antara bivakbivak seperti di Lhoksukon dengan pertahanan di Kota Lhokseumawe menjadi sering terputus dan terganggu. Hal ini dilakukan pejuang mnslimin sebagai balasan dendam atas peristiwa menyedihkan di Blang Paya Itiek (daerah Samakuruk di selatan gedung) yaitu suatu peristiwa yang memilukan dan tragis sebagai akibat adanya pengkhianatan oleh Pang Ansari (dari Blang Nie) dimana pasukan Belanda menyerang pos pertahanan pasukan Sultan Alaidin Mahmud Daudsyah dan pengikutnya pada peristiwa ini para pejuang muslimin banyak yang syahid sebagai kesuma bangsa, namun Sultan dapat melepaskan diri dari cengkraman musuh dan mengundurkan diri ke Meunasah Nibong Payakamuek.
Selanjutnya pada tanggal 9 Januari 1903 Sultan Mahmud Daudsyah bersama pengikutnya seperti Panglima Polem Muhammad Daud, Teuku Raja Keumala dan pemuka kerajaan lainnya telah menghentikan perlawanan dan menyatakan turun dari usaha bergerilya melakukan penyerangan pasukan Belanda.
Memperhatikan turunnya sultan dan penyerangan perlawanan atas pasukan Belanda tersebut dan menerima surat-surat serta atas anjuran para sahabat seperjuangan, Teuku Chik Tunong memahami kesemuanya itu. Atas kesepakatan dirinya dengan istrinya Cut Meutia pada tanggal 5 Oktober 1903 Teuku Chik Muhammad-Cut Meutia beserta dengan pengikutnya turun dari gunung. Atas persetujuan komandan detasemen Belanda di Lhokseumawe (HNA. Swart) Teuku Chik Muhammad-Cut Muetia dan Pasukannya dibenarkan menetap di Keureutoe tepatnya di Jrat Manyang dan akhirnya pindah ke Teping Gajah daerah Panton Labu.
Akhir perjuangan Teuku Chik Muhammad-Cut Meutia adalah sebagai akibat dari peristiwa di Meurandeh Paya sebelah timur kota Lhoksukon (tepatnya tanggal 26 Januari 1905). Peristiwa tersebut diawali dengan terbunuhnya pasukan Belanda yang sedang berpatroli dan berteduh di Meunasah Meurandeh Paya. Pembunuhan atas pasukan Belanda ini merupakan pukulan yang sangat besar dan berat bagi pemerintah Belanda. Di dalam penyelidikannya serta berdasarkan informasi yang diterima dan mata-mata Belanda bahwa Teuku Chik Tunong turut terlibat hal ini merupakan fitnah semata oleh karena itu pemerintah Belanda menangkapnya dan di dalam peradilan Militer di Lhokseumawe di putuskan Teuku Chik Tunong Mendapat hukuman gantung dan akhirnya berubah menjadi hukuman tembak mati.
Pelaksanaan hukuman tembak mati dilaksanakan pada bulan Maret 1905 di tepi pantai Lhokseumawe dan dimakamkan di Masjid Mon Geudong, tidak jauh dan kota Lhokseumawe. Sebelum hukuman tembak dilaksanakan ia dapat bertemu dengan salah seorang staf setia dalam perjuangan, yaitu Pang Nanggroe. Seorang panglima muslimin yang juga teman yang paling dekat dan dipercaya, kata terakhir yang diucapkan kepada Pang Nanggroe adalah “Sudah tiba masanya aku ini tidak terlepas lagi dari tuntutan hukuman. Pada saatnya hari perpisahan kita sudah dekat, oleh sebab itu, peliharalah anakku, aku izinkan istriku kawin dengan engkau dan teruskanlah perjuangan” (lsmail Yakub, 1979: 49).
Perjuangan Cut Meutia bersama Pang Nanggroe Dalam fase berikutnya, perjuangan Cut Meutia dalam menentang penjajahan
Belanda tidak terputus dan terus berlanjut. Sesuai dengan amanah dari suaminya Teuku Chik Tunong, Perjuangan terus dilanjutkan dan ia bersedia menerima Pang Nanggroe sebagai suami dan sekaligus sebagai pendamping dalam perjuangan.
Kemudian, markas basis perjuangan mereka kini berada di Buket Bruek Ja. Pang
Nanggroe mengatur siasat perlawanan melawan patroli Marsose Belanda bersama dengan Teuku Muda Gantoe. Untuk perbekalan perang diadakan hubungan dengan rakyat di kampung-kampung pada malam hari. Senapan, kelewang dibeli dari orang yang dapat merebutnya dari Belanda dengan harga yang tinggi sehingga dengan penuh semangat perjuangan Pang Nanggroe bersama dengan istrinya Cut Meutia menghadang patroli Marsose Belanda di setiap kesempatan.
Penyerangan yang dilakukan oleh Pang Nanggroe-Cut Meutia dimulai dan hulu Krueng Jambo Aye suatu tempat pertahanan yang sangat strategis karena daerah tersebut merupakan daerah hutan liar yang banyak tempat tempat persembunyian pasukan Pang Nanggroe-Cut Meutia sering melakukan penyerangan ke tangsi-tangsi dan bivak pasukan Belanda dimana banyak terdapat para pejuang muslimin yang ditahan sekaligus membebaskan mereka dengan demikian penyerangan-penyerangan itu membuat pasukan Belanda marah dan gusar.
Pada tanggal 6 Mei 1907 pasukan Pang Nanggroe-Cut Meutia melakukan penyerbuan secara gerak cepat terhadap bivak-bivak yang mengawal para pekerja kereta api. Dan hasil beberapa orang serdadu Belanda tewas dan luka-luka bersama itu pula dapat direbut 10 pucuk senapan dan 750 butir peluru serta amunisi (H.C. Zentgraaff, 1983:160); Muhammad Said; 1983:269.
Pada tanggal 15 Juni 1907 pasukan Pang Nanggroe-Cut Meutia menggempur kembali sebuah bivak di Keude Bawang (Idi), pasukan Belanda mengalami kekalahan dengan tewasnya seorang anggota pasukan 8 orang luka-luka dan kehilangan 1 pucuk senjata (H.C. Zentgraaff, 1983: 160).
Taktik perjuangan perlawanan serta strategi penyerbuan yang dilakukan Pang Nanggroe-Cut Meutia selanjutnya adalah dengan taktik tipu daya dan menyebarkan isu. Isu yang disebarkan seolah-olah pasukan muslimin akan mengadakan pesta atau (kanduri) yaitu tepapnya disebelah selatan Matang Raya. Sebagai tempat jebakan dipilih adalah sebuah rumah tua yang direkayasa sedemikian rupa di mana setiap tiang rumah tersebut telah dipotong habis dengan gergaji. Agar bangunan itu nampak berdiri kokoh maka setiap tiang diikat dengan tali rotan dan dikaitkan pada pohon kayu terdekat. Setelah mendengar informasi tersebut, (sesuai dengan jadwal yang ditetapkan) pasukan Belanda melakukan gerakan untuk penyergapan, mereka memasuki rumah yang telah direkayasa tanpa ada rasa curiga apalagi nampak dalam ruangan tersebut berisikan makanan yang akan menyiurkan. Setelah pasukan Belanda berada di dalam rumah maka pasukan muslimin yang bersembunyi di belakang rumah yang penuh semak belukar langsung memotong tali yang dipersiapkan untuk menahan tiang-tiang rumah. Akhirnya robohlah tiang-tiang yang dibangun berikut dengan bangunan menimpa dan menghimpit pasukan Belanda yang ada di dalamnya. Selanjutnya pasukan muslimin dengan pedang rencong terhunus menyerbu sebagian pasukan Belanda yang masih berada di luar. Dengan diiringi pekikan Allahu Akbar, mate kaphe, pasukan Belanda menjadi panik dengan mudah pasukan muslimin mengalahkan mereka dan pada peristiwa ini pasukan Belanda banyak yang mati dan terluka.
Pergerakan dan perlawanan pasukan Pang Nanggroe-Cut Meutia terus berlanjut dan semakin dahsyat walaupun jumlah pasukan Belanda semakin ditingkatkan dan ditambah baik dari personil maupun persenjataan serta pembekalan akan tetapi semangat Jihat Fisabilillah pasukan muslimin semakin menggebu-gebu. Perjuangan mereka secara ikhlas untuk mewujudkan kebebasan kaphe Belanda serta di dorong oleh keyakinan mendapat ganjaran dan balasan dari Kalik pencipta alam di akhir masa kelak. Penyerbuan dan pencegatan yang dilakukan pasukan Pang Nanggroe-Cut Meutia adalah penghancuran jalur logistik pasukan Belanda yang dikirim dari Lhoksukon menuju Panton
Labu pada jalur kereta api. Pelaksanaannya adalah dengan membongkar rel-rel kereta api di depan tanjakan yang bertujuan untuk menghambat jalannya kereta api serta mempermudah pasukan muslimin menyerbu dan merebut semua perbekalan yang berada di dalamnya. Biasanya Penyerbuan ini dilakukan dari beberapa jurusan. Penyerbuan dan penyergapan yang dilakukan oleh Pang Nanggroe-Cut Meutia dengan cara memakai perahu-perahu, menyerang dari laut ke lokasi gudang perbekalan yang berada di Idi untuk merampas, senjata dan amunisi.
Di pertengahan tahun 1909 pihak Belanda atas petunjuk orang kampung yang dijadikan tawanan diketahui bahwa pusat pertahanan pasukan Pang Nanggroe-Cut Meutia. Pada subuh dini hari terjadilah bentrokan senjata yang hebat antara pejuang muslimin dengan pasukan Belanda serta pertarungan jarak dekat dengan senjata pedang dan rencong. Atas berkat pertolongan Allah dan kegigihan dalam perjuangan, maka dalam pertempuran tersebut banyak pasukan Belanda yang mati. Untuk mengelabui Belanda atas saran dan petunjuk para pejuang, maka pusat dan basis pertahanan dipindahkan dan berada pada daerah yang berbeda-beda setiap waktu, sedangkan taktik penyerbuan dan pencegatan tetap terus dilaksanakan dengan sistim bergerilya.
Dalam bulan Maret 1910 di rawa-rawa Jambo Aye, terjadi lagi bentrokan dan pertempuran senjata yang sengit, pasukan muslimin melakukan taktik serang dan mundur. Pasukan terus bepindah-pindah sampai ke daerah Peutoe, menyebabkan pasukan Belanda sulit untuk melacak posisi pasukan muslimin. Penyerangan pasukan yang sedang penasaran terus dilakukan dan pada tanggal 30 Juli 1910 terjadi bentrokan senjata di daerah Bukit Hague dan Paya Surien.
Selanjutnya pada bulan Agustus 1910 terjadi lagi penyerbuan pasukan Belanda di Matang Raya, dalam bentrokan senjata ini, banyak pejuang muslim teman setia Pang Nanggroe-Cut Meutia dan seorang ulamasyahid, sedangkan Pang Nanggroe-Cut Meutia, anaknya Teuku Raja Sabi, dan beberapa pejuang muslimin selamat dan dapat menghindari diri dari kepungan Pasukan Belanda.
Hari kelabu dan sedih akhirnya datang juga bagi Pang Nanggroe, yaitu pada tanggal 25 September 1910 di daerah Rawa dekat Paya Cicem, tepatnya di Buket Hague terjadi penyergapan dan pertempuran dahsyat, pasukan Pang Nanggroe-Cut Meutia mengalami pukulan hebat atas penyerangan yang dilakukan dengan gencar oleh pihak Belanda. Pada pertempuran inilah Pang Nanggroe syahid karena terkena tembakan peluru Belanda sedangkan Cut Meutia dan beberapa pejuang muslimin dapat melepaskan diri dari kepungan serta anaknya Teuku Raja Sabi juga dapat diselamatkan. Jenazah Pang Nanggroe dimakamkan di samping Masjid Lhoksukon. Sebelum meninggal dalam keadaan berlumuran darah Pang Nanggroe memanggil Teuku Raja Sabi yang berada di sampingnya seraya berkata, “Ambillah rencong yang berada di pinggangku serta pengikat kepalaku larilah cepat-cepat mencari ibumu (Cut Meutia), sampaikanlah salam perjuanganku dan teruskanlah perang Sabil, semoga kita akan bertemu nanti di akhirat. (Ismail Yakub; 1979:62).
Cut Meutia Memimpin Pergerakan Walaupun Pang Nanggroe suaminya sekaligus pemimpin perlawanan telah syahid
menghadap Ilahi Cut Meutia tetap melanjutkan perjuangan dan perlawanan bersenjata bersama-sama sahabat setia pejuang muslimin dan terus bergerilya naik gunung turun gunung melakukan penyerangan dan penyergapan. Mereka tidak mau menyerah kepada Belanda. Untuk melaksanakan perjuangan yang berlanjut tersebut diperlukan seorang pemimpin yang tangguh dipercayai, serta disegani oleh lawan maupun kawan oleh karena itu, atas kesepakatan dan saran pejuang muslim pimpinan pergerakan diserahkan kepada
Cut Meutia. Jiwa semangat pejuang dan kearifannya muncul tatkala ia diminta untuk memimpin pergerakan dengan rasa haru dan senyum, Cut Meutia memberikan tanggapannya sebagai berikut :
Kalau demikian maka sekarang aku terangkan pada saudara sekalian dan Teungku-Teungku yang hadir pada hari ini dan kepada anakku Raja Sabi, bahwa, penyerahan pimpinan itu aku terima dengan penuh tanggungjawab pada agama dan negeri kita, akan tetapi bila pimpinanku kurang sempurna supaya cepat ditegur, sehingga segala urusan dapat berjalan lancar dan baik dan supaya kita semua seiya sekata, bersatu hati dan tidak terpecah belah. Janganlah dipandang kepadaku dan anakku yang masih kecil ini akan tetapi pandanglah kepada ayahnya Teuku Chik Tunong dan kepada pang Nanggroe yang baru saja gugur meninggalkan kita sekalian. Sekali lagi aku jelaskan bahwa aku seorang wanita yang kurang daya dan tenaga. Bila anakku ini telah dewasa dan sudah dapat memimpin perang, maka akan kuserahkan pipimpinan perang Sabil kepadanya dari itu peliharalah, didiklah, dan jagalah dia dengan baik-baik, semoga lekas besarlah dia untuk memimpin perang melawan kaphe Belanda pada masa mendatang. (Ismail Yakub, 1979: 68/69).
Saat Cut Meutia berbicara itu maka menangislah terisak- terisak, akhirnya Cut Meutia mengakhiri kata-katanya kepada Tuhan juga kita menyerahkan diri, Dialah tempat kita meminta tolong, tempat memohon rahmat dan hidayahnya amin.
Atas anjuran beberapa sahabat setianya, maka markas perjuangan dipindahkan dan bergabung dengan para pejuang lainnya di daerah Gayo dan Alas bersama-sama dengan pasukan muslimin di bawah pimpinan Teuku Seupot Mata.
Pada tanggal 22 Oktober 1910 pasukan Belanda mengejar pasukan Cut Meutia yang diperkirakan berada di daerah Lhokreuhat. Besoknya (tanggal 23 Oktober 1910) pengejaran diteruskan kembali, mereka mengejar cepat pasukan Cut Meutia yang berada dipengkolan Krueng Peutoe menuju arah Bukit Paya. Perjuangan Cut Meutia beserta muslim lainnya semakin sulit, basis perjuangan terus berpindah-pindah dari daerah ke daerah yang bergunung dan hutan belantara. Mereka terus dikejar tempat persembunyiannya dapat diketahui berdasarkan informasi para pengkhianat bangsa. Selain itu mereka tidak mampu secara sporadis menantang adu perang dengan pasukan Belanda karena jumlah pasukan pejuang muslim semakin kecil dan perbekalan, serta amunisi sangat terbatas. Akan tetapi perlu dicatat bahwa semangat persatuan dan kebersamaan yang mereka tunjukkan cukup memberikan andil dalam pergerakan mereka. Semangat pantang menyerah lebih baik mati syahid dari pada turun gunung untuk menyerah membuat pengejaran oleh pasukan Belanda cukup melelahkan dan merisaukan karena pasukan Belanda tidak dapat menemukan dan menghancurkan mereka.
Pengejaran demi pengejaran yang dilalakukan pasukan Belanda berakhirlah sudah, tepatnya pada tanggal 25 Oktober 1910 pasukan Belanda bergerak kearah Krueng Peutoe yang airnya dangkal terjadilah bentrokan dahsyat. Pasukan Cut Meutia tidak mungkin mundur lagi dengan semangat jihat Fisabilillah mereka maju menentang pasukan Belanda dengan keyakinan yang satu lebih baik mati syahid dari pada menyerah kaphe Belanda penjajah tanah air tercinta. Oleh karena itu posisi Cut Muetia yang kurang menguntungkan dengan sikap gagah berani dia tampil ke depan dengan rencong terhunus maju bertempur di sertai dengan semangat dan jiwa kesatria. Sebagai srikandi Aceh ia maju seperti banteng terluka dengan pekikan Allahu Akbar beliau iringi penyerangan.
Dalam pertempuran inilah Cut Meutia syahid sebagai kesuma bangsa bersamasama dengan beberapa pejuang muslimin lainnya serta para ulama seperti Teuku Chik Paya Bakong, Teungku Seupot Mata dan Teuku Mat Saleh.
Menjelang ajalnya Cut Meutia sempat membisikan kepada sahabat dekatnya yang bernama Teungku Syech Buwah, supaya jangan bertempur lagi, strategi kalian adalah mundur dan mengatur siasat perjuangan selanjutnya karena posisi kita terlalu sulit jangan korbankan perjuangan kini, tetapi hari esok masih panjang dan berguna untuk perjuangan. Setanjutnya ia berkata selamatkan anakku Raja Sabi. Carilah anakku dimana sekarang, tolong pelihara dia baik-baik, mungkin ajalku akan datang di tempat ini, …. Aku titipkan anakku dalam tanganmu semoga Tuhan menyelamatkannya. (lsmail Yakub, 1979: 70).
Demikian sejarah kehidupan srikandi Aceh Cut Meutia catatan sejarah kehidupannya ini hanya sebahagian kecil diungkapkan karena sebenarnya riwayat hidupnya sangatlah panjang. Sebagai pelopor pergerakan untuk menghancurkan penjajahan Belanda di tanah rencong tercinta, ia diakui oleh kawan dan lawan dia bukan saja sebagai pengatur siasat dan strategi yang paling jitu ia juga mampu tampil sendiri sebagai pimpinan perang. Sebagai ibu rumah tangga iapun merupakan seorang wanita jujur bertanggungjawab besar kepada pendidikan dan kemajuan walaupun dia bergerilya di hutan belantara ia tetap menanamkan ajaran ketauhidan di dalam perjuangan menghancurkan kaphe Belanda sehingga kelak anaknya akan mampu juga mewarisi nilai perjuangan orang tuanya.
Rentang sejarah perjuangan dan kehidupannya telah lestari bagi jiwa bangsa kita pada umumnya dan masyarakat Aceh khususnya. Oleh karena itu patut kita camkan akan keteladanan dan pengabdian kepada nusa bangsa dan agama dengan selalu menghayati dan ikut memberdayakan dalam kehidupan, mengisi kemerdekaan bangsa kita dan tanah rencong tercinta, sehingga cita-citanya akan abadi selalu. Apa yang dapat kita banggakan kalau kita hanya berdiam diri dengan tidak mau perduli terhadap kemajuan yang telah kita peroleh dan akan berlanjut kelak.

__________________________________________________________________________________


wanita yang solehah
عَنْ عَبْدِالله بْنِ عَنْرٍ وَقَالَ
 قَلَ رَسُولُ الله صلعم
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرأَةُ الصَّالِحَةُ
Dari Abdullah b Amru katanya :
Bersabda Rasulullah s.a.w. :
Dunia ini barang yang berguna (menyenangkan) dan barang berguna yang paling baik
ialah wanita yang solehah
Hadis sahih riwayat Muslim

SALMAN AL FARISY

Kisah ini adalah kisah nyata pengalaman seorang manusia mencari agama yang benar (hak), iaitu pengalaman SALMAN AL FARISY
Marilah kita simak Salman menceritakan pengalamannya selama mengembara mencari agama yang hak itu. Dengan ingatannya yang kuat, ceritanya lebih lengkap, terperinci dan lebih terpercaya.
Kata Salman, “Saya pemuda Persia, penduduk kota Isfahan, berasal dari desa Jayyan. Bapak saya Kepala Desa. Orang terkaya dan berkedudukan tinggi di situ. Saya adalah makhluk yang paling disayangi ayah sejak saya lahir. Kesayangan beliau semakin bertambah besar sejalan dengan pertumbuhan diri saya, sehingga kerana teramat sa yangnya, saya dipingitnya di rumah seperti anak gadis.
Saya membaktikan diri dalam agama Majusi (yang dianut ayah dan bangsa saya). Saya diangkat menjadi penjaga api yang kami sembah, dengan tugas menjaga api itu supaya menyala siang malam dan agar jangan padam walau pun agak sejenak.
Ayahku memiliki perkebunan yang luas, dengan penghasilan yang besar pula. Kerana itu beliau mukim di sana untuk mengawasi dan memungut hasilnya. Pada suatu hari bapak pulang ke desa untuk suatu urusan penting. Beliau berkata kepadaku, “Hai anakku! Bapak sekarang sangat sibuk. Kerana itu pergilah engkau mengurus perkebunan kita hari ini menggantikan Bapak’’
Aku pergi ke perkebunan kami. Dalam perjalanan ke sana aku melewati sebuah gereja Nasrani. Aku mendengar suara mereka sedang sermbahyang. Suara itu sangat me narik perhatianku.
Sebenarnya aku belum mengerti apa-apa tentang agama Nasrani dan agama-agama lain. Kerana selama ini aku dikurung bapak di rumah, tidak boleh bergaul dengan siapa saja. Maka ketika aku mendengar suara mereka, aku masuk ke gereja itu untuk mengetahui apa yang sedang mereka lakukan. Setelah kuperhatikan, aku kagum dengan cara sembahyang mereka dan ingin masuk agamanya.
Kataku, “Demi Allah! ini lebih bagus daripada agama kami. “Aku tidak beranjak dari gereja itu sampai petang. Sehingga aku tidak jadi pergi ke perkebunan.
Aku bertanya kepada mereka, “Dari mana asal agama ini?”
“Dari Syam (Syria),” jawab mereka.
Setelah hari senja, barulah aku pulang. Bapak menanyakan urusan kebun yang ditugaskan beliau kepadaku.
Jawabku, “Wahai, Bapak! Aku bertemu dengan orang sedang sembahyang di gereja. Aku kagum melihat mereka sembahyang. Belum pernah aku melihat cara orang sembahyang seperti itu. Kerana itu aku senantiasa berada di gereja mereka sampai petang.”
Bapak memperingatkanku akan perubatanku itu. Katanya, “Hai, anakku! Agama Nasrani itu bukan agama yang baik. Agamamu dan agama nenek moyangmu (Majusi) lebih baik dari agama Nasrani itu!”
Jawabku, “Tidak! Demi Allah! Sesungguhnya agama merekalah yang lebih baik dari agama kita.”
Bapak kuatir dengan ucapanku itu. Dia takut kalau aku murtad dari agama Majusi yang kami anut. Kerana itu dia mengurungku dan membelenggu kakiku dengan rantai.
Ketika aku beroleh kesempatan, kukirim surat kepada orang-orang Nasrani minta tolong kepada mereka, bila ada kafilah yang hendak pergi ke Syam supaya memberi tahu kepadaku. Tidak berapa lama kemudian, datang kepada mereka satu kafilah yang hendak pergi ke Syam. Mereka memberitahu kepadaku. Maka kuputus rantai yang membelenggu kakiku sehingga aku bebas. Lalu aku pergi bersama-sama kafilah itu ke Syam.
Sampai di sana aku bertanya kepada mereka, “Siapa kepala agama Nasrani di sini?”
“Uskup yang menjaga “jawab mereka.
Aku pergi menemui Uskup seraya berkata kepadanya, “Aku tertarik masuk agama Nasrani. Aku bersedia menadi pelayan Anda sambil belajar agama dan sembahyang bersama-sama Anda.”
‘Masuklah!” kata Uskup.
Aku masuk, dan membaktikan diri kepadanya sebagai pelayan.
Belum begitu lama aku membaktikan diri kepadanya, tahulah aku Uskup itu orang jahat. Dia menganjurkan jama’ahnya bersedekah dan mendorong ummatnya beramal pahala. Bila sedekah mereka telah terkumpul tangan Uskup, disimpannya saja dalam perbendaharaannya tidak dibagi-bagikannya kepada fakir miskin sehingga kekayaannya telah menumpuk sebanyak tujuh peti emas. Aku sangat membencinya kerana perbuatannya yang memperkaya diri sendiri itu. Tidak lama kemudian iapun meninggal. Orang-orang Nasrani berkumpul hendak mengu burkannya.
Aku berkata kepada mereka, ‘Pendeta kalian ini orang jahat. Dianjurkannya kalian bersedekah dan digembirakannya kalian dengan pahala yang akan kalian peroleh. Tapi bila kalian berikan sedekah kepadanya disimpannya saja untuk dirinya, tidak satupun yang diberikannya kepada fakir miskin.”
Tanya mereka, “Bagaimana kamu tahu demikian?” Jawabku, “Akan kutunjukkan kepada kalian simpanannya.”
Kata mereka, “Ya, tunjukkanlah kepada kami!”
Maka kuperlihatkan kepada mereka simpanannya yang terdiri dan tujuh peti, penuh berisi emas dan perak. Setelah mereka saksikan semuanya, mereka berkata, “Demi Allah! Jangan dikuburkan dia!”
Lalu mereka salib jenazah uskup itu, kemudian mereka lempari dengan batu. Sesudah itu mereka angkat pendeta lain sebagai penggantinya. Akupun mengabdikan diri kepadanya. Belum pernah kulihat orang yang lebih zuhud daripadanya. Dia sangat membenci dunia tetapi sangat cinta kepada akhirat. Dia rajin beribadat siang malam. Kerana itu aku sangat menyukainya, dan lama tinggal bersamanya.
Ketika ajalnya sudah dekat, aku bertanya kepadanya, “Wahai Bapak! Kepada siapa Bapak mempercayakanku seandainya Bapak meninggal. Dan dengan siapa aku ha rus berguru sepeninggal Bapak?”
Jawabnya, “Hai, anakku! Tidak seorang pun yang aku tahu, melainkan seorang pendeta di Mosul, yang belum merubah dan menukar-nukar ajaran-ajaran agama yang murni. Hubungi dia di sana!”
Maka tatkala guruku itu sudah meninggal, aku pergi mencari pendeta yang tinggal di Mosul. Kepadanya kuceritakan pengalamanku dan pesan guruku yang sudah me ninggal itu.
Kata pendeta Mosul, “Tinggailah bersama saya.”
Aku tinggal bersamanya. Ternyata dia pendeta yang baik. Ketika dia hampir meninggal, aku berkata kepada nya, “Sebagaimana Bapak ketahui, mungkin ajal Bapak sudah dekat. Kepada siapa Bapak dapat mempercayakan ku seandainya Bapak sudah tak ada?”
Jawabnya, “Hai, anakku! Demi Allah! Aku tak tahu orang yang seperti kami, kecuali seorang pendeta di Nasibin. Hubungilah dia!”
Ketika pendeta Mosul itu sudah meninggal, aku pergi menemui pendeta di Nasibin. Kepadanya kuceritakan pengalamanku serta pesan pendeta Mosul.
Kata pendeta Nasibin, “Tinggallah bersama kami!”
Setelah aku tinggal di sana, ternyata pendeta Nasibin itu memang baik. Aku mengabdi dan belajar kepadanya sampai dia wafat. Setelah ajalnya sudah dekat, aku berkata kepadanya, “Bapak sudah tahu perihalku Maka kepada siapa Bapak dapat mempercayakanku seandainya Bapak meninggal?”
Jawabnya, “Hai, anakku! Aku tidak tahu lagi pendeta yang masih memegang teguh agamanya, kecuali seorang pendeta yang tinggal di Amuria. Hubungilah dia!”
Aku pergi menghubungi pendeta di Amuria itu. Maka kuceritakan kepadanya pengalamanku.
Katanya, “Tinggallah bersama kami!
Dengan petunjuknya, aku tinggal di sana sambil mengembala kambing dan sapi. Setelah guruku sudah dekat pula ajalnya, aku berkata kepadanya, “Anda sudah tahu urusanku. Maka kepada siapakah lagi aku akan anda percayakan seandainya Anda meninggal dan apakah yang harus kuperbuat?”
Katanya, “Hai, anakku! Setahuku tidak ada lagi di muka bumi ini orang yang berpegang teguh dengan agama yang murni seperti kami. Tetapi sudah hampir tiba masanya, di tanah Arab akan muncul seorang Nabi yang diutus Allah membawa agama Nabi Ibrahim. Kemudian dia akan pindah ke negeri yang banyak pohon kurma di sana, terletak antara dua bukit berbatu hitam. Nabi itu mempunyai ciri-ciri yang jelas. Dia mahu menerima dan memakan hadiah, tetapi tidak mahu menerima dan memakan sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat cap kenabian. Jika engkau sanggup pergilah ke negeri itu dan temuilah dia!”
Setelah pendeta Amuria itu wafat, aku masih tinggal di Amuria, sehingga pada suatu waktu serombongan saudagar Arab dan kabilah “kalb” lewat di sana. Aku berkata kepada mereka, “Jika kalian mahu membawaku ke negeri Arab, aku berikan kepada kalian semua sapi dan kambing-kambingku.”
Jawab mereka, “Baiklah! Kami bawa engkau ke sana.”
Maka kuberikan kepada mereka sapi dan kambing peliharaanku semuanya. Aku dibawanya bersama-sama mereka. Sesampainya kami di Wadil Qura aku ditipu oleh mereka. Aku dijual mereka kepada seorang Yahudi. Maka dengan terpaksa aku pergi dengan Yahudi itu dan berkhidmat kepadanya sebagai budak belian. Pada suatu hari anak paman majikanku datang mengunjunginya, iaitu Yahudi Bani Quraizhah, lalu aku dibelinya kepada majikanku. Aku pindah dengan majikanku yang baru ini ke Yatsrib. Di sana aku melihat banyak pohon kurma seperti yang diceritakan guruku, Pendeta Amuria. Aku yakin itulah kota yang dimaksud guruku itu. Aku tinggal di kota itu bersama majikanku yang baru.
Ketika itu Nabi yang baru diutus sudah muncul. Tetapi beliau masih berada di Makkah menyeru kaumnya. Namun begitu aku belum mendengar apa-apa tentang kehadiran serta da’wah yang beliau 1ancarkan kerana aku selalu sibuk dengan tugasku sebagai budak. Tidak berapa lama kemudian, Rasulullah pindah ke Yatsrib. Demi Allah! Ketika itu aku sedang berada di puncak pohon kurma melaksanakan tugas yang diperintahkan majikanku. Dan majikanku itu duduk di bawah pohon. Tiba-tiba datang anak pamannya mengatakan, “Biar mampus Bani Qaiah! Demi Allah! Sekarang mereka berkumpul di Quba’ menyambut kedatangan laki-laki dari Makkah yang menda’wahkan dirinya Nabi.”
Mendengar ucapannya itu badanku terasa panas dingin seperti demam, sehingga aku menggigil kerananya. Aku kuatir akan jatuh dan tubuhku bisa menimpa ma
1) Wadil Qura, sebuah lembah antara Madinah dan Syam.
2) Bani Qailah, iaitu kabilah Aus dan Khazraj
jikanku. Aku segera turun dari puncak ponon, lalu bertanya kepada tamu itu, “Apa kabar ANda? Cobalah kabarkan kembali kepadaku!”
Majikanku marah dan memukulku seraya berkata, “Ini bukan urusanmu! Kerjakan tugasmu kembali!”
Besok kuambil buah kurma seberapa yang dapat kukumpulkan. Lalu kubawa ke hadapan Rasulullah.
Kataku “Aku tahu Anda orang saleh. Anda datang bersama-sama sahabat Anda sebagai perantau Inilah sedikit kurma dariku untuk sedekah bagi Anda. Aku lihat Andalah yang lebih berhak menerimanya daripada yang lain-lain.” Lalu aku sodorkan kurma itu kehadapannya.
Beliau berkata kepada para sahabatnya, “silakan kalian makan,…!” Tetapi beliau tidak menyentuh sedikit juga makanan itu apalagi untuk memakannya.
Aku berkata dalam hati, “Inilah satu di antara ciri cirinya!”
Kemudian aku pergi meninggalkannya dan kukumpulkan pula sedikit demi sedikit kurma yang dapat kukumpulkan. Ketika Rasulullah pindah dari Quba’ ke Madinah, kubawa kurma itu kepada beliau.
Kataku, “Aku lihat Anda tidak mahu memakan sedekah. Sekarang kubawakan sedikit kurma, sebagai hadiah untuk Anda.”
Rasulullah memakan buah kurma yang kuhadiahkan kepadanya. Dan beliau mempersilakan pula para sahabatnya makan bersama-sama dengan dia. Kataku dalam hati, “ini ciri kedua!”
Kemudian kudatangi beliau di Baqi’, ketika beliau mengantarkan jenazah sahabat beliau untuk dimakamkan di sana. Aku melihat beliau memakai dua helai kain. Setelah aku memberi salam kepada beliau, aku berjalan mengitari sambil menengok ke punggung beliau, untuk melihat cap kenabian yang dikatakan guruku. Agaknya beliau tahu maksudku. Maka dijatuhkannya kain yang menyelimuti punggungnya, sehingga aku melihat dengan jelas cap kenabiannya.
Barulah aku yakin, dia adalah Nabi yang baru diutus itu. Aku langsung menggumulnya, lalu kuciumi dia sambil menangis.
Tanya Rasulullah, “Bagaimana kabar Anda?”
Maka kuceritakan kepada beliau seluruh kisah pengalamanku. Beliau kagum dan menganjurkan supaya aku menceritakan pula pengalamanku itu kepada para sahabat beliau. Lalu kuceritakan pula kepada mereka. Mereka sangat kagum dan gembira mendengar kisah pengalamanku.
Berbahagilah Salman Al-Farisy yang telah berjuang mencari agama yang hak di setiap tempat. Berbahagialah Salman yang telah menemukan agama yang hak, lalu dia iman dengan agama itu dan memegang teguh agama yang diimaninya itu. Berbahagialah Salman pada hari kematiannya, dan pada hari dia dibangkitkan kembali kelak.

________________________________________________________________________________


bermimpi Rasulullah s.a.w.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَة َ
عََنَّ النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَسَمُّوا بِاسْمِى وَلا تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِى وَمَنْ رَآنِى فِى العَنَامِ
 فَقَدْ رَانِى فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لا يَتَمَثَّلُ فِى صُورَتِى
 وَمَنْ كَذَبَ عَلَى مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأ مَقْعَدَهْ مِنَ النَّارِ
Dari Abu Hurairah r.a. katanya :
Dari Nabi s.a.w. sabdanya :
"Ambillah nama sebagaimana namaku Muhammad tetapi jangan
menggunakan nama kinayah seperti nama kinayahku  iaitu Abul Qasim
Barang siapa melihatku di waktu tidurnya yakni bermimpi melihat
Nabi s.a.w., maka orang itu telah benar-benar melihatku,
kerana sesungguhnya syaitan tidak dapat menyerupakan dirinya dengan diriku,
Selain itu barang siapa yang berdusta atas diriku dengan sengaja
maka hendalah ia menempatkan tempat duduknya dalam neraka."
Hadis sahih riwayat Bukhari