Entri Populer

Selasa, 26 Maret 2013

Letak makam Imam Syafi'i


Menengok Makam Imam Besar Asy-Syafi’i

oleh: Cheriatna BDR


Umrah plus Mesir – Sahabat wisata muslim tentu pernah mendengar nama Imam asy-Syafi’i, bukan? Ya, Imam Syafi’i adalah pencetus ilmu ushul fiqih. Beliau lahir pada tahun 150 H/767 M di Gaza, Palestina, dengan nama lengkap Abu Abdullah ibn Idris ibn Utsman ibn Syafi’i ibn al-Sa’ib ibn Ubaid ibn Abd Yazid ibn Hisyam ibn Muthallib ibn Abd Manaf Al-Qurasy Al-Muthalibibi Al-Maliki. ibunya bernama Fatimah binti Abdullah ibn al-Hasn ibn al-Husain ibn Ali ibn Abu Thalib. Dengan kata lain, dari garis sang ibu, asy-Syafi’i adalah anak keturunan pasangan suami-istri Ali ibn Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad SAW.

Ketika asy-Syafi’i masih berusia 2 tahun, ayah beliau meninggal dunia. Oleh ibunya, beliau dibawa ke Asqalan, Palestina, dan kemudian ke Makkah. Menginjak remaja, beliau diantarkan sang ibu ke Masjidil Haram untuk menimba ilmu. Di masjid itulah ia menimba ilmu kepada sejumlah ulama, antara lain Ismail ibn Qunstanthin, Sa’d ibn salim al-Qaddah, Daud ibn Abdurahman al-Aththar, Muslim ibn Khalid al-Zanji, dan Syufan ibn Uyainah. Beliau pun bisa dengan cepat menguasai berbagai ilmu yang diajarkan.

Ketika asy-Syafi’i berinjak dewasa di sekitar umur 20 tahun, beliau meminta izin kepada ibunya untuk belajar kepada Imam Malik ibn Annas di Madinah al-Munawarrah. Ibunya memberikan izin dan berangkatlah beliau ke kota Nabi. Begitu bertemu dengan anak muda tersebut, sang imam benar-benar terkesan dengan kepribadian, kecerdasan, dan perilakunya. Selain kepada sang guru, asy-Syafi’i juga menimba ilmu kepada sejumlah ulama terkemuka di Madinah, antara lain Abdullah ibn Nafi, Muhammad ibn Said, Ibrahim ibn Yahya ash-Ashami, dan Abdul Aziz ibn Muhammad ad-Darudi.

Setelah tiga tahun menjadi murid Malik ibn Annas, asy-Syafi’i pun meminta izin kepada sang guru untuk pergi belajar ke tempat lain. Imam Malik pun mengijinkannya dan pergilah asy-Syafi’i ke Kufah, Persia, Syam, dan kemudian kembali ke Makkah. Setelah Imam Malik ibn Annas wafat, asy-Syafi’i melanjutkan kelananya ke Yaman. Dari negeri terakhir tersebut, beliau kembali ke Makkah.

Perjalanan panjang berikutnya mengantarkan asy-Syafi’i menjadi Imam besar dalam menetapkan hukum. Ia memudahkan metode Hijaz dan metode Irak, yakni dengan memadukan antara lahiriyah teks-teks landasan hukum Islam dengan rasio. Selanjutnya, ia melakukan perjalanan ke Mesir melalui Harran dan Syam. Ia tiba di Mesir pada 26 syawal 198 H/21 Juni 814 M.

Pengembaraan Imam Syafi’i berakhir pada tahun 204 H/820 M. Imam besar ini wafat di al-Qarafah ash-Shugra, Mesir. Di sinilah sang imam besar dimakamkan. Beliau meninggalkan sejumlah karya tulis seperti Kitab ar-Risalah, al-Ulum, sejumlah karya di bidang fiqih yang dihimpun al-Bulquini (meninggal dunia pada tahun 805 H/1403 M), dan al-Fiqih al-Akbar fi at-Tauhid.

Tidak lama setelah beliau wafat, masyarakat Mesir membuatkan sebuah makam, bukan sebuah Masjid. Selanjutnya makam ini mengalami pemugaran berkali-kali. Pada saat Dinasti Ayyubiyah berkuasa pada tahun 609 H/1212 M, makam Imam Syafi’i dibangun kembali dan dilengkapi sebuah Masjid besar disertai sebuah kubah indah yang menempati sebagian besar atap ruang shalat dalam masjid tersebut. Makam sang imam sendiri tidak berada di bawah kubah, tetapi berada di shahn masjid dengan dikitari pagar besi. Adapun bangunan yang saat ini ada merupakan bangunan baru yang didirikan dengan mengikuti rancangan bangunan lama.

Makam, yang sekaligus sebagai Masjid, ini mengalami perkembangan lebih lanjut sepanjang masa pemerintahan Dinasti Mamluk. Sejak tahun 648 H/1250 M, setahap demi setahap makam tersebut berubah menjadi kompleks bangunan yang terdiri dari sebuah masjid besar, makam kecil, dan madrasah. Selain itu, kompleks ini juga dilengkapi klinik atau rumah sakit.

Pada tahun 803-813H/1400-1410M, Sultan Barquq merenovasi kompleks pemakaman dan Masjid Imam Syafi’i dengan menambahkan berbagai bangunan seperti madrasah, sabil, tempat sang sultan di luar ruang shalat, dan maqad (sebuah ruangan yang memiliki balkon lapang di lantai kedua sebuah rumah atau di atas atap masjid) di lantai atas yang menjadi tempat pertemuan para penguasa, pejabat, dan ilmuwan. Selain itu, tempat ini juga dipakai untuk pertemuan para ulama selepas shalat Jumat dan hari raya. Kompleks tersebut dibangun sangat selaras dan menawan.

Dilihat dari kompleks makam Imam asy-Syafi’i, ke arah sungai Nil atau sebelah baratnya, terdapat sebuah kompleks yang lebih kecil, tetapi sangat indah dan memikat. Kompleks tersebut adalah Masjid Sultan Qait Bey.

Di antara kompleks-kompleks tersebut, kompleks yang paling besar adalah kompleks masjid yang didirikan Sultan Qulawan di St. Kairo, Gamaliyah. Kompleks tersebut merupakan kompleks terbesar yang pernah ada di Mesir. Di dalam kompleks tersebut terdapat sebuah Masjid luas dengan ruang shalat mewah yang dihiasi sebuah kubah besar. Kubah tersebut bertumpu di atas enam penyangga dari batu yang ditopang enam tiang dari pualam.

Nah, sahabat wisata muslim, itulah sekilas gambaran kompleks makam Imam Syafi’i, seorang mujtahid dan ahli fikih yang sangat kita kenal namanya. Jika ingin berkunjung ke makam ini, paket umrah plus Mesir bisa menjadi pilihan yang bagus. Bersama Cheria Travel, wujudkan ibadah dengan tenang dan wisata yang nyaman.

Minggu, 03 Maret 2013

Talaq.....?

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيْحٌ بِإِحْسَانٍ وَلا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلا أَنْ يَخَافَا أَلاَ يُقِيْمَا حُدُودَ اللهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَ يُقِيْمَا حُدُودَ اللهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Talaq (yang dapat dirujuki) ialah dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqoroh 229) [144] Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' Yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.

الطَّلاَقُ وَهُوَ حِلُّ عَقْدِ النِّكاَحِ بِلَفْظِ طَلاَقٍ وَنَحْوِهِ

Talaq adalah melepaskan ikatan pernikahan dengan menggunakan perkataan talaq atau perkataan lainnya. Shoreh Talaq maksudnya ungkapan Talaq yang jelas, sedang Kinayah Talaq maksudnya adalah ungkapan Talaq dengan perkataan halus (sindiran).

يَقَعُ لِغَيْرِ باَئِنْ طَلاَقُ مُكَلَّفٍ وَمُتَعَدِّ بِسَكَرٍ لاَ مُكْرَهٍ بِمَحْذُوْرٍ بِمُشْتَقِ طَلاَقٍ وَفِرَاقٍ وَسِرَاحٍ وَتَرْجَمَتِهِ وَأَعْطَيْتُ طَلاَقَكِ وَأَوْقَعْتُ عَلَيْكِ الطَّلاَقَ

Ketika bukan kategori talaq “BAIN” akan jatuh talaq seorang mukallaf dan seorang yang mabuk sengaja. Kecuali seorang yang terpaksa karena ancaman. Dengan menggunakan kata Talaq, Firaq (cerai), Serah (serah) dan terjemahnya, seperti dengan kalimat “Aku memberikan Talaq kepadamu” atau kalimat “Aku menjatuhkan Talaq kepadamu” (Ini semua disebut Shoreh Talaq) Catatan : Talaq Bain adalah cerai habis, tidak bisa ruju’ atau cerai sebab faskh (pembatalan) nikah.

وَبِكِنَايَةٍ مَعَ نِيَّةٍ مُقْتَرِنَةٍ بِأَوَّلِهاَ كَأَنْتِ عَلَيَّ حَرَامٌ وَخَلِيَّةٌ وَباَئِنٌ وَحُرَّةٌ وَكَأُمِّيْ وَياَبِنْتِي وَأَعْتَقْتُكِ وَتَرَكْتُكِ وَأَزَلْتُكِ وَأَحْلَلْتُكِ وَتَزَوَّجِيْ وَاعْتَدِّي وَخُذِيْ طَلاَقَكِ وَلاَ حاَجَةَ ليِ فِيْكَ وَذَهَبَ طَلاَقُكِ أَوْسَقَطَ طَلاَقُكِ وَطَلاَقُكِ وَاحِدٌ

Talaq juga adalah jatuh disebabkan Kinayah (perkataan halus, sindiran) dengan disertai niat talaq di awal perkataan itu. Contohnya “Kamu buat aku adalah haram”, “Kamu buat aku adalah bebas”, “Kamu buat aku adalah merdeka”, “Kamu buat aku adalah seperti ibuku”, “Kamu buat aku adalah seperti putriku”, “Aku akan membebaskan kamu”, “Aku akan membiarkan kamu”, “Aku akan menghilangkan kamu”, “Aku akan menghalalkan kamu”, “Silahkan kamu menikah”, “Silahkan kamu menghitung iddah”, “Ambillah talaq kamu”, “Aku sudah tidak membutuhkan kamu lagi”, “Talaq kamu sudah lenyap”, “Talaq kamu sudah gugur”, “Talaq kamu sudah tinggal satu” dan lain-lainnya… Catatan : Iddah adalah masa menunda kosong rahim setelah talaq.

لاَ يَقَعُ طَلاَقُكِ عَيْبٌ أَوْ نَقْصٌ وَلاَ قُلْتُ كَلِمَتُكَ أَوْ حُكْمُكَ

Talaq tidak jatuh seperti dengan kalimat “Talaq kamu itu cacat”, “Talaq kamu itu kurang baik”, “Aku mengatakan apa yang kamu katakan”, “Aku mengatakan apa yang kamu putuskan”, dan lain sebagainya.

وَصُدِّقَ مُنْكِرُ نِيَّةٍ بِيَمِيْنِهِ وَلَوْ قاَلَ طَلَقْتُكِ وَنَوَى عَدَدًا وَقَعَ مَنْوِيٌّ

Seorang suami yang mengingkari disertai niat maka ia dibenarkan dengan menyertakan sumpah. Apabila seseorang berkata “Aku menjatuhkan Talaq kepadamu” lalu dia meniatkan sejumlah talaq, maka jatuhlah talaq sesuai yang diniatkan itu.

وَيَقَعُ طَلاَقُ الوَكِيْلِ بِطَلَقْتُ , وَلَوْ قاَلَ ِلآَخَرَ أَعْطَيْتُ طَلاَقَ زَوْجَتِيْ فَهُوَ تَوْكِيْلٌ , وَلَوْ قاَلَ لَهاَ طَلِّقِى نَفْسَكِ إِنْ شِئْتِ فَتَمْلِيْكٌ فَيُشْتَرَطُ تَعْلِيْقُهاَ فَوْرًا بِطَلَّقْتُ
Dan jatuh talaq yang diwakilkan, ketika sang wakil mengakatan “Aku menjatuhkan talaq”. Apabila seorang suami berkata kepada yang lain “Aku memberikan talaq istriku kepadamu” maka perkataan itu adalah mewakilkan. Apabila seorang suami berkata pada istrinya “Talaqlah dirimu oleh kamu sendiri jika kamu mau” maka perkataan ini memberikan kepemilikan talaq kepada istrinya. Dalam hal keterikatan talaq ini disyaratkan kontinyu dengan menyebutkan kalimat “Aku menjatuhkan Talaq”.

وَصُدِقَ مُدَّعِي إِكْرَاهٍ أَوْ إِغْماَءٍ أَوْ سَبْقِ لِساَنٍ بِيَمِيْنِهِ إِنْ كاَنَ ثَمَّ قَرِيْنَةٌ وَإِلاَّ فَلاَ
Adalah dibenarkan seorang yang mengaku dalam keadaan di paksa, dalam keadaan tidak sadar (tanpa sengaja) atau dalam keadaan terpeleset lidah, dengan menyertakan sumpahnya, itu apabila terdapat pertanda, jika tidak ada pertanda maka tidak dapat dibenarkan. Allah Mengetahui Segalanya