Entri Populer

Senin, 25 Februari 2013

Miqot Haji Dan Umroh



Add caption

Add caption

Miqot adalah waktu atau tempat di mana seseorang mulai berihram. Pembahasan ini perlu dipahami karena sebagian jamaah haji ada yang kurang tepat sehingga memulai ihram dari yang bukan tempatnya.

Miqot terdiri dari dua macam:

1. Miqot Zamaniyah

Yaitu bulan-bulan haji, mulai dari bulan Syawwal, Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah.

2. Miqot Makaniyah

Yaitu tempat mulai berihram bagi yang punya niatan haji atau umroh.

Ada lima tempat
Dzulhulaifah (Bir ‘Ali), miqot penduduk Madinah
Al Juhfah, miqot penduduk Syam
Qornul Manazil (As Sailul Kabiir), miqot penduduk Najed
Yalamlam (As Sa’diyah), miqot penduduk Yama
Dzat ‘Irqin (Adh Dhoribah), miqot pendudk Irak. Itulah miqot bagi penduduk daerah tersebut dan yang melewati miqot itu.

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:


يَهِلُّ أَهْلُ الْمَدِيْنَةِ مِنْ ذِيْ الْحُلَيْفَةِ وَأَهْلُ الشّامِ مِنَ الْجُحْفَةِ وَأَهْلُ نَجْدٍ مِنَ الْقَرْنِ. قالَ عَبْدُ اللهِ: وَبَلَغَنِي أَنَّ رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قالَ: وَيَهِلُّ أَهْلُ الْيَمَنِ مِنْ يَلَمْلَمْ

“Penduduk Madinah melakukan ihram mulai dari Dzu Al-Hulaidah, penduduk Syam mulai dari Juhfah, penduduk Najed mulai dari Qarn.” Abdullah berkata, “Dan telah sampai kabar kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Dan penduduk Yaman melakukan ihram mulai dari Yalamlam.” (HR. Al-Bukhari no. 1525 dan Muslim no. 1182)

Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma berkata:


وَقَّتَ رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لأهل المدينة ذا الحليفة، ولأهل الشام الجحفة ولأهل نجد قرنَ الْمَنازِلِ، ولأهل اليمن يلملم. فَهُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ لِمَنْ كانَ يُرِيْدُ الْحَجَّ أَوِ الْعُمْرَةَ. فَمَنْ كانَ دُوْنَهُنَّ فَمَهَلُّهُ مِنْ أَهْلِهِ، وَكَذَلِكَ أَهْلُ مَكَّةَ يَهِلُّوْنَ مِنْهَا

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menentukan miqat bagi penduduk Madinah adalah Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam adalah Juhfah, bagi penduduk Najed adalah Qarn Al-Manazil, dan bagi penduduk Yaman adalah Yalamlam. Miqat-miqat ini bagi penduduk negeri-negeri tadi dan juga bagi penduduk negeri lain yang datangnya dari jalur negeri mereka, bagi yang ingin berhaji atau umrah. Siapa yang tinggalnya setelah miqat-miqat ini maka ihramnya dia mulai dari rumahnya, demikian pula penduduk Makkah mereka melakukan ihram dari rumah mereka masing-masing.” (HR. Al-Bukhari no. 1526 dan Muslim no. 1181)

Peta Miqot Berbahasa Arab




Peta Miqot Berbahasa Indonesia





Catatan:

1. Penduduk Makkah yang ingin berihram haji atau umrah, maka hendaklah ia ke tanah halal, yaitu di luar tanah haram dari arah mana saja.

2. Tidak boleh bagi seseorang yang berhaji atau berumroh melewati miqot tanpa ihram. Jika melewatinya tanpa ihram, maka wajib kembali ke miqot untuk berihram. Jika tidak kembali, maka wajib baginya menunaikan dam (fidyah), namun haji dan umrahnya sah. Jika ia berihram sebelum miqot, maka haji dan umrahnya sah, namun dinilai makruh.

Selasa, 12 Februari 2013

Agus Chariri namaku


Desa Ngleter adalah sebuah desa yang berada di Kaki gunung Andong,letak tidak jauh dari kecamatan Grabag.Suatu kecamatan yang sebagian besar mata pencaharian adalah Petani.Begitu juga desa ngleter saat itu kebanyakan mereka bekerja di sawah tidak terkecuali Asjhari yang baru saja di karuniani anak laki.Asjhari percaya suatu saat ada pekerjaan yang lebih mapan.Bermodalkan sekolah di lulusan sekolah guru agama di tambah di pesantren API Tegalrejo walau hanya sampai Kelas Wahab tapi sudah lumayan dalam bidang agama,di samping dulu juga pernah nyantri di Kleteran masih juga berada di Wates bekal pesantren sudah cukup memadai untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan lika liku kehidupan.
     Sementara itu Nurhayati istri dari pak Asjhari di rumah mengasuh bayi dengan penuh kasih saying,mendidik dan merawat secara sederhana, karna pada tahun 1976 kehidupan memang masih memprihatinkan,sekedar buat makan saja apa adanya apalagi buat beli susu formula buat sang buah hati,ada sedikit kegelisahan karna tidak bisa memberikan yang terbaik buat sang bayi.Walau demikian ibu Nurhayati tidak pernah mengeluh untuk membesarkan sang anak yang bernama Agus Chariri.
    Empat bulan sudah Usia Agus,tak terasa pagi itu hari minggu Legi di mana adat di desa ngleter biasanya di adakan selamatan bagi sang bayi ketika hari lahirnya,maka di buatlah makanan kalau jawa bilang “nasi kluban” yaitu nasi yang di campur dengan sayur pakai kelapa terus di kasih ikan teri kecil, di tambah kerupuk masi tambah telur di iris kecil kecil, yang lebih asyik lagi yang makan anak anak secara beramai ramai dalam bahasa jawa di sebut “Kembulan”.Namun sebelum makan biasanya di doakan dulu oleh orang tua sang bayi yang intinya memohon keselamatan bagi sang anak juga kalau sudah dewasa jadi anak yang soleh berbakti pada ortu juga pada agama nusa dan bangsa.
     Tidak lama dari acara selamatan Pak Asjhari mendapat panggilan dari dinas pendidikan dan mendapat SK dari dekdibud tuk menjadi guru,Betapa senang Pak Asjhari menerima surat itu sambil Sujud sukur ternyata doa nya di kabulkan oleh Allah SWT.
Tapi dalam surat itu Pak Asjhari masih di beri beberapa opsi/pilihan:
Yang pertama dia harus memilih daerah yang harus di tempati ketika nantinya tugas yaitu di kota Brebes dan di cilacap.Berat rasanya meninggalkan desa kelahiran namun di dorong tugas kerja maka keluarga asjhari memilih tuk hijrah ke Cilacap menjadi guru sd di sana, tepatnya desa Maos Penisihan kabupaten Cilacap.
     Dengan di iringi tangis dari keluarga berangkatlah keluarga asjhari ke Cilacap,Entah nantinya di sana akan tinggal di mana tiada sanak saudara di daerah tersebut.Pak Asjhari percaya pasti nanti aka nada jalan baginya. Sementara di Desa Ngleter sang Ibunda Asjhari merasa sedih di tinggal anak laki laki semata wayang itu,karna setelah suaminya meninggal di Tembak belanda Ibunda Asiyah Kemudian menikah kembali dengan  Muh toha dari Wiyono memberikan keturunan istitokhoyah dan Nurkhayati,jadi antara ke dua perempuan satu Ibu beda Ayah.
     Setelah sampai di Maos Keluarga Asjhari di sambut penduduk desa dengan sederhana.Beda desa beda tradisi itulah tanah Jawa tapi walau beda tetapi tetap saudara.
Desa maos tidak begitu besar sama dengan Ngleter Cuma kalau di Desa Ngleter hawa sedikit agak dingin sedangkan di Maos ya lumayan panas jadi sedikit agak adaptasi bagi  Kel asjhari.Untuk sementara kel di tamping di RT nya yaitu bapak Murtadho termasuk orang terpandang di daerah itu,sambil menunggu tempat tinggal yang pasti.
    Sekian lama berada di rumah pk Rt, ada seorang Haji yang kaya di desa maos mendatangi kel Asjhari. Beliau menawarkan untuk menempati rumah yang berada di depannya karana rumah tersebut kosong tak berpenghuni,dulunya di tempati adiknya kemudian adik pk Haji pindah ke purwokerto,Rumah tersebut tidak begitu besar bangunan juga sudah agak tua jarang orang desa masuk ke rumah itu,pada saat itu rumah hanya di gunakan untuk Gudang beras.

Senin, 11 Februari 2013

Santri tertarik ma Bu Nyai

… Mohon beribu maafmu Pak kyai, Saya.., Santri yang baru tiga tahun mendekam di pesantren itu kelihatan ragu meneruskan kata-katanya, jantungnya berdegup kencang, satu dua keringat tak dapat di tahan, ahirnya mengucur membasahi keningnya. tapi luapan perasaan di dadanya kian menyiksa, batinya meronta, tak dapat ditunda lagi, harus diledakan saat ini juga. ia pun pasrah andaikan setelahnya dilemparkan ke kandang macan, ataupun dikutuk mejadi monyet, asalkan dapat memuntahkan beban dihati yang selama ini menelikungnya.

Pak kyai yang sedari tadi mengamati polah tingkah anak santrinya mafhum, kemudian berkata lunak; Ada apa Cah?… katakan saja… Melihat respon pak kyai yang datar, santri itu merasa mendapat kekuatan baru, dikumpulkan lagi nyawanya yang berserakan, lalu meluncurlah kalimat maha konyol dari sela-sela mulutnya;..sekali lagi mohon maaf pak kyai, saya…kepincut Bu nyai, istri pak kyai.. Plooong!!…usai mengucapkan kalimat terahir, Santri itu mendadak merasakan badanya ringan seringan kapas, sambil menanti reaksi pak kyai, anganya melayang-layang membayangkan murka pak kyai, lalu silih berganti bayangan siksa mengerikan yang bakal menderanya, tapi batinya tersenyum puas.

Tapi santri itu kecele, santri itu luput, pak kyai bukanya muntab, pak kyai justru terkekeh geli, ada apakah ini? apakah berarti pak kyai setuju, mau merelakan bu nyai yang cantik untuk aku yang malang ini? oh.. beruntung sekali aku, pikir santri. Bocah, ya..kau boleh memiliki istriku, dan syaratnya gampang, gampang sekali… Suara pak kyai mengejutkan santri itu, harap-harap cemas ia bertanya; ma’af pak kyai kiranya apa syarat yang harus saya penuhi?, gampang, kau takkan kusuruh membuat candi, cukup lakukan Shalat lima waktu berjama’ah selama 40 hari, ingat! berjama’ah… lalu datanglah kemari, jemput bu nyai. tandas pak kyai tegas. cuma itu pak kyai?… ya!, jawab pak kyai mantap.

Selepas menghadap pak kyai dan menyampaikan unek-uneknya, santri itu kini boleh tersenyum bahagia, bahkan bersiul-siul riang, hari-harinya kini terasa menyenangkan, layaknya petani yang menanti padinya di panen, sepenuh hati ia menjalakan syarat yang ditentukan pak kyai, Ah… syarat itu terlalu ringan, cuma shalat berjama’ah apa susahnya, energi kebahagiaan itu meluap-luap tatkala adzan berkumandang, dalam kondisi apapun secepat kilat ia menyongsong panggilan itu, ya… Adzan, diam-diam selama dalam penantianya, ia mulai merindukan suara itu.

Sekali waktu ia tak sabar termangu menunggu adzan, hadir bayang wajah cantik bu nyai, lalu menuntun langkah kakinya ke masjid, sampai di pelataran masjid, banyak sekali sampah berserakan, sementara waktu shalat tak kunjung tiba, kembali mata bu nyai mengerling genit mengarahkan langkahnya ke sudut bangunan itu, disana tergeletak sapu, ia pungut benda yang selama ini luput dari perhatianya itu, perlahan ia menyapu. Usai menyapu waktu shalat tak jua hadir, ia amati seluruh ruangan, terlihat Alqur’an merana diatas lemari sudut ruangan itu, kemudian ia memutuskan untuk mengambilnya, tak terasa lembar demi lembar telah habis ia baca, waktu subuh pun tiba, namun belum satupun orang lain datang, rupanya ia telah semalaman di masjid, bergegas kemudian suaranya memecah kesunyian…

Seperti itulah ia menjalani hari-harinya, menjadi orang yang pertama kali masuk masjid, bahkan sering ia tak tidur, hanya untuk menanti shalat berjama’ah. tanpa terasa pertemuan terahirnya dengan pak kyai telah genap 40 hari, itu berarti syarat yang di janjikan pak kyai telah khatam, ia berhasil menjalaninya tanpa cacat, sekarang ia berhak menagih janji kepada pak kyai, menyunting bu nyai!. Tapi… hati kecilnya berbisik, tak mungkin, tak mungkin kulakukan itu, jika itu kulakukan sama saja aku membunuh kebahagiaanku, ah,.. hari-hariku menjadi bermakna karena penantian itu, ya.. menanti waktu shalat, lalu bejamaah, ya..menanti dalam penantian itulah yang sesungguhnya menarik, dan itu tak akan kudapatkan lagi setelah kupersunting bu nyai.

Bisikan-bisikan kecil dalam hatinya berubah menjadi teriakan, Ia datangi pak kyai, sambil menangis tersuruk-suruk ia pegangi lutut pak kyai; maafkan aku pak kyai, ampuni muridmu ini,… He,..kenapa kamu ini bocah?, bukanya kamu kesini mau menjemput bu nyai?!, tanya pak kyai. Tidak pak kyai, maafkan muridmu yang bodoh ini, setelah menuruti anjuran pak kyai untuk berjamaah, saya sadar sekarang, lewat shalat berjamaah saya belajar mengendalikan diri, mengendalikan nafsu dan egoisme, tidak semata-mata saya sujud bila imam belum sujud, dan banyak lagi manfaat yang dapat saya pelajari, termasuk menginginkan sesuatu yang bukan hak saya pak kyai, sekali lagi maafkan murid. Sang kyai pun tersenyum dan berkata bijak; bangunlah muridku, Engkau telah menemukan sejatinya shalat, shalat yang sempurna itu berdampak Tanha Anil Fhsya Wal Munkar, sedangkan untuk mencapai yang sempurna adalah berjamaah.

Kamis, 07 Februari 2013

Bal’am bin Ba’ura’: Anjing yang Menjulurkan Lidahnya

“Maka perumpamaannya seperti anjing: jika kamu menghalaunya, diulurkan lidahnya; dan jika kamu membiarkannya, diulurkannya lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” – QS Al-A’raf (7): 176.

Di dalam Al-Qur’an, kisah-kisah zaman dahulu, serta perumpamaan perumpamaan, menjadi pelajaran bagi orang-orang sesudahnya.

Salah satu kisah dan perumpamaan yang patut kita pelajari adalah kisah tentang orang yang diumpamakan seperti anjing yang menjulurkan lidahnya. “Maka perumpamaannya seperti anjing: jika kamu menghalaunya, diulurkan lidah­nya; dan jika kamu menghalaunya, diulurkannya lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang men­dustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” – QS Al-A’raf (7): 176.

Kisahnya terjadi ketika Nabi Musa Alaihis Salam meninggal, dan kemudian umat dipimpin oleh penggantinya, yaitu Nabi Yusya’ bin Nun. Dia memimpin bangsa Israel yang keluar dari Padang Tih, setelah dihukum oleh Allah selama 40 tahun di tempat itu dan tidak dapat keluar.

Sebagaimana pesan Nabi Musa, bangsa Israel haruslah menuju tanah yang dijanjikan, yaitu Baitul Maqdis di Palestina. Namun Palestina waktu itu diduduki oleh bangsa lain, dan bangsa Israel yang sudah diberkati itu mengabaikan perintah Allah untuk berperang, sehingga dihukum 40 tahun di Padang Tih.

Setelah masa hukuman habis, dan Nabi Musa sendiri sudah meninggal, kepemimpinan bangsa Israel di bawah Nabi Yusya’ bin Nun, bangsa Israel belajar dari kesalahan dan kembali beriman kepada Allah SWT. Maka angkatan yang baru itu kemudian berani maju berperang untuk mengusir penjajah tanah Palestina.

Para penjajah tahu, kalau mereka berperang dengan bangsa Israel yang sekarang, mereka tidak akan menang. Karena itulah, mereka mencoba mempengaruhi salah satu ulama mereka, yaitu Bal’am bin Ba’ura’, dengan berbagai kemuliaan duniawi, supaya melemahkan bangsa Israel, sehingga perjuangan mereka melawan bangsa penjajah menjadi lemah atau melenceng.

Bal’am terpengaruh, dan jadilah dia jenis ulama bis su’ (busuk), yang menjual ayat-ayat suci demi kekayaan duniawi.

Ketika bangsa Israel bersiap akan berperang melawan para penjajah Palestina, mereka meminta doa restu Bal’am. Namun reaksi Bal’am sangat mengejutkan, dia tidak mau memberikan doa restu. Setelah didesak dengan sungguh-sungguh, dia baru mau memberikan doa restunya.

Bal’am menaiki keledainya menuju tempat ibadahnya yang berada di sebuah gunung. Namun Allah menjatuhkan bencana, tempat ibadahnya porak poranda.

Namun bangsa Israel tetap menunggu dirinya turun dari gunung.

Setan lebih jauh menyesatkan pikiran Bal’am hingga menuju “jurang yang paling dalam”. Bal’am memberikan nasihat yang salah, “Percantiklah wanita-wanita kalian, berikanlah mereka barang-barang dagangan, lalu kirim mereka ke peperangan untuk menjual barang-barang itu. Dan perintahkan mereka supaya tidak menolak siapa pun yang menginginkannya. Karena jika salah seorang dari mereka berzina, kalian akan dapat mengalahkan mereka.”

Maka terjadilah pergaulan bebas, dan perzinaan merajalela.

Namun di tengah kondisi penyesatan itu, masih ada orang-orang yang beriman. Nabi Yusya’ bin Nun, misalnya, menyadarkan bangsa Israel untuk menghindari strategi pembusukan dari dalam itu.

Akhirnya mereka bertaubat kepada Allah atas kebodohan yang telah mereka lakukan, dan Allah tidak menurunkan laknat kepada bangsa Israel.

Ketika Bal’am didekati dan dipercaya bangsa Israel, lidahnya menjulur (dengan ocehannya yang menyesatkan). Tetapi ketika giliran Bal’am diusir bangsa Israel karena telah menyesatkan mereka, dia juga menjulurkan lidahnya (mengecam bangsa Israel), dan menganggap kaumnya tidak menghormati, tidak menghargai, dan tidak patuh kepada ulamanya.

“Maka perumpamaannya seperti anjing: jika kamu menghalaunya, diulurkan lidahnya; dan jika kamu membiarkannya, dijulurkannya lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” – QS Al-A’raf (7): 176.

Syaikh Ahmad bin Ath-Thahir Al-Basyuni dalam bukunya yang berjudul Kisah-kisah dalam Al-Quran (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), mengatakan, “Dialah yang, jika kamu usir, dia tidak merasa terusir. Dan jika dibiarkan, dia tidak mendapat petunjuk. Seperti anjing: jika diusir, dia menjulurkan lidahnya; dan jika dibiarkan, dia menjulurkan lidahnya.”

Ibnu Qutaibah berkata, “Setiap yang menjulurkan lidah itu pasti karena letih atau haus, kecuali anjing. Dia selalu menjulurkan lidahnya di kala tenang dan waktu berbicara, di waktu kenyang maupun waktu kehausan. Orang seperti ini ilmunya tidak akan memberi manfaat, bahkan membahayakan.”

Tentang perilaku Bal’am ini, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, “Allah menyerupakan orang yang diberi kitab-Nya dan diajari ilmu yang tidak diberikan kepada orang lain, lalu dia tidak melaksanakannya, tapi mengikuti hawa nafsunya, dia lebih memilih kemarahan Allah daripada keridhaan-Nya, mendahulukan dunia daripada akhirat, mengutamakan makhluk daripada Khalik, diserupakan dengan anjing, yang termasuk golongan binatang yang paling kotor, paling buruk perangainya, keinginannya tidak sebanding dengan perutnya, paling rakus dan tamak. Di antara ketamakannya, dia tidak berjalan di atas tanah kecuali sambil mengendus-endus. Tidak henti-hentinya dia mengendus duburnya. Dan jika kamu lempar dia dengan batu, dia kembali, agar kamu melemparkannya kembali. Dia adalah binatang yang paling hina.”

Ulama busuk seperti ini diibaratkan seperti anjing yang menjulurkan lidahnya. Orang seperti ini bak binatang rakus. Dan, saking rakusnya dia pada dunia, terputus hatinya dari Allah dan akhirat.