Seperti
yang kita ketahui bersama, setelah usai menjumpai Maria Magdalena pada
pagi minggu itu, Isa al~Masih menjumpai Simon Petrus, Thomas (Didymus),
Nathan dan yang lainnya di Tasik Tiberias (Injil Yohanes pasal 21 ayat 1
s/d 4) begitupun Isa disebut juga sempat menjumpai 2 orang sahabatnya
yang sedang berjalan menuju kampung Emaus (Injil Lukas pasal 24 ayat 13
s/d 17) dan akhirnya muncul secara terbuka dihadapan ibunya serta
murid-muridnya saat mereka sedang berkabung atas kematiannya (Injil
Yohanes pasal 20 ayat 19).
Dan
sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba
berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: “Damai
sejahtera bagi kamu!” Mereka terkejut dan takut dan menyangka bahwa
mereka melihat hantu. Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Mengapa
kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati
kamu?Lihatlah tanganku dan kakiku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan
lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu
lihat ada padaku.” Sambil berkata demikian, Ia memperlihatkan tangan
dan kakinya kepada mereka. Dan ketika mereka belum percaya karena
girangnya dan masih heran, berkatalah Ia kepada mereka: “Adakah padamu
makanan di sini?” Lalu mereka memberikan kepadanya sepotong ikan goreng.
Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka. – Injil Matius
pasal 27 ayat 36 s/d 43
Maka
kata murid-murid yang lain itu kepadanya: “Kami telah melihat Tuan!”
Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada
tangannya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu
dan mencucukkan tanganku ke dalam lambungnya, sekali-kali aku tidak akan
percaya.”
Delapan
hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan
Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus
datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai
sejahtera bagi kamu!” Kemudian Ia berkata kepada Tomas: “Taruhlah jarimu
di sini dan lihatlah tanganku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke
dalam lambungku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan
percayalah.” – Injil Yohanes pasal 20 ayat 25 s/d 27
Kembalinya
Isa al~Masih ditengah para murid-muridnya sebagaimana diuraikan oleh
Injil Yohanes diatas sebenarnya tidak juga terjadi dengan tiba-tiba
seperti seorang Jin keluar dari botolnya. Sebagai Nabi yang dikelilingi
oleh berbagai mukjizat fantastis dan juga banyak melakukan perjalanan
diberbagai daerah didunia yang memberikan ribuan hikmah dan pengalaman
kepadanya, kiranya tidak terlalu sukar bagi seorang Isa al~Masih untuk
membuka pintu yang terkunci dari dalam lalu kemudian hadir diantara
murid-muridnya.
Dari
catatan Injil Yohanes ini, kitapun berhasil merekonstruksi sebuah fakta
bahwa kebangkitan Isa al~Masih setelah peristiwa penyaliban itu memang
bukan kebangkitan dari kematian yang membuatnya bisa dipertuhankan, ia
membuktikan kepada semua murid-muridnya bahwa ia yang saat itu hadir
ditengah mereka, adalah ia yang juga dulunya pernah bersama-sama mereka
sebelum ini. Ia manusia biasa seperti mereka, ketika mereka dilihatnya
masih meragukan status dirinya dan mungkin tetap menyangkanya sebagai
hantu atau arwah gentayangan, Isa al~Masih meyakinkan mereka dengan
memperlihatkan tangan dan kakinya yang masih ada bekas-bekas luka-luka
penyaliban dan memakan ikan goreng sebagai pertanda dirinya memang masih
hidup. Ia juga menyuruh Tomas meraba bekas-bekas luka paku salib
ditangannya dan meraba lambungnya yang sempat ditusuk tombak oleh
seorang serdadu Roma, sehingga tidak pada tempatnya lagi mereka merasa
ragu.
Kepada
mereka Ia menunjukkan dirinya setelah penderitaannya selesai, dan
dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. – Kisah Para Rasul
pasal 1 ayat 3
Injil
Lukas mencatat bahwa setelah pertemuan terakhirnya ini, Isa kemudian
mengajak mereka semuanya (termasuk Maryam sang Ibunda dan Maria
Magdalena) keluar dari kota Yerusalem sampai didekat perbatasan kampung
Bethani, dari titik ini, perjalanan baru beliau dalam berdakwah kepada
komunitas Israel diluar wilayah Palestina telah dimulai kembali.
Lalu
Yesus membawa mereka ke luar kota sampai dekat Betania. Di situ Ia
mengangkat tangannya dan memberkati mereka.Dan ketika Ia sedang
memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga. –
Injil Lukas pasal 24 ayat 50 dan 51
Memang
Injil Lukas menutup ayat terakhirnya mengenai Isa dengan menyebutnya
berangkat kesorga (terbang keatas langit biru), namun kita bisa
mengabaikan tulisan tersebut untuk diartikan secara harfiah dan mencoba
memahaminya sebagai bentuk metafora dari hijrahnya Isa al~Masih menuju
kekehidupan dakwah yang lebih baik dan kondusif, lepas dari intimidasi
maupun upaya-upaya pembunuhan atas dirinya dan jemaatnya. Hilangnya
sosok Isa diantara awan dalam catatan Injil Lukas diatas bisa kita
dapati penjelasan logisnya pada Kitab Kisah Para Rasul pasal 1 ayat 12.
Maka
kembalilah rasul-rasul itu ke Yerusalem dari bukit yang disebut Bukit
Zaitun, yang hanya seperjalanan Sabat jauhnya dari Yerusalem.
Dari
ayat ini kita melihat bahwa perpisahan itu terjadi disekitar anak bukit
Zaitun dimana kemudian Isa mengucapkan selamat tinggal kepada mereka
sambil melambaikan tangannya ( disebut oleh Injil Lukas sebagai bentuk
pemberkatan ) dan Isa terus naik mendaki bukit Zaitun lalu menghilang
dipuncaknya, menuruni lereng perbukitan dibaliknya yang oleh Kitab Kisah
Para Rasul disebut menghilang dibalik awan.
Sesudah
Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan
awan menutupnya dari pandangan mereka. – Kisah Para Rasul pasal 1 ayat 9
Dari
cerita ini kita melihat bahwa Isa berangkat sendirian, akan halnya
Maryam sang Ibunda dan Maria Magdalena serta murid-muridnya yang lain
memang tidak dibawa serta disaat bersamaan. Tampaknya ini sebagai bagian
dari perencanaan atau strategi yang telah disusun rapi oleh Isa dan
kelompok Yusuf Arimatea dari Essenes agar tidak menimbulkan kecurigaan
dari pihak musuh-musuh mereka sehingga akan menggagalkan semua usaha
tersebut. Isa dalam Injil Lukas diceritakan telah mengatakan bahwa masa
mereka untuk sampai kepada perencanaan Allah akan tiba tetapi setelah
segala sesuatunya dirasa tepat dan memungkinkan.
Dan
Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapaku. Tetapi kamu
harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan
kekuasaan dari tempat tinggi.” – Injil Lukas pasal 24 ayat 49
Ini adalah pesan yang terinkripsi, kita perlu melakukan proses decoding
untuk membuka pesan dalam Injil Lukas diatas agar bisa dipahami secara
wajar. Janji Tuhan yang diserukan oleh Isa diayat tersebut tidak lain
adalah janji keselamatan para muridnya dari musuh-musuh mereka, Isa
meminta mereka semua untuk menahan diri dan sementara berdiam dulu
didalam kota Yerusalem sampai keadaan bisa dikendalikan lalu Isa setelah
itu akan mengirimkan pesan kepada mereka untuk menyusulnya melalui
sahabat-sahabatnya yang lain dari jalur Yusuf Arimatea yang dikenal
dengan nama kelompok Essenes yang menetap diperbukitan Qumran. Itulah
makna dari kalimat terakhirnya “ sampai kamu diperlengkapi dengan
kekuasaan dari tempat tinggi. “
berdasarkan catatan seorang sejarawan Yahudi bernama Flavius Josephus
yang banyak menyaksikan dan mencatat kasus-kasus penyaliban yang
dilakukan oleh orang-orang Romawi terhadap mereka-mereka yang dianggap
pemberontak atau penjahat yang mana tulisan-tulisannya ini banyak
dikutip juga oleh pihak-pihak Kristiani dan juga para sarjana Biblika
(termasuk oleh James D. Tabor sendiri didalam situs lamanya di Internet[1] dan dibukunya Dinasti Yesus[2])
yaitu tentang terbukanya kemungkinan orang yang dihukum salib untuk
tetap bertahan hidup dan disembuhkan kembali. Dalam bukunya yang
berjudul The Life of Flavius Josephus[3], sejarawan ini menulis :
Sekembalinya
saya bersama Cerealins yang dikirim oleh Kaisar Titus dengan seribu
pasukan berkuda menuju kesatu desa bernama Thecoa, saya melihat banyak
penjahat telah disalib dan melihat tiga orang diantara mereka adalah
orang-orang yang saya kenal dimasa lalu. Saya sangat sedih dengan
kejadian ini dan pergi dengan air mata berlinang menghadap Titus dan
mengatakan kepadanya mengenai mereka bertiga. Lalu Titus memerintahkan
agar mereka diturunkan dari salib dan dilakukan perawatan untuk
memulihkan kondisi mereka. Dua diantara mereka tidak tertolong dan satu
berhasil diselamatkan.
Kita
juga memiliki beberapa data lain yang mungkin bisa dijadikan
argumentasi pendukung dalam teori bertahan hidupnya Isa al~Masihsampai
ia diturunkan dikayu salib. Diantaranya adalah singkatnya waktu
penyaliban yang terjadi saat itu, yaitu hanya sekitar 3 jam (dimulai
pada jam 12 sampai jam 15.00), disusul dengan kedua orang yang ikut
disalib bersama Isa al~Masih yang waktu itu keadaan keduanya masih dalam
kondisi yang segar bugar sehingga para serdadu Romawi itu mematahkan
kaki mereka untuk mempercepat kematiannya (dan memang wajar sekali jika
orang baru mati dalam penyiksaan dikayu salib setelah lebih dari satu
sampai tiga harian), argumen kita berikutnya adalah keterkejutan Pontius
Pilatus yang telah menjatuhkan hukuman tersebut ketika mendengar bahwa
Isa al~Masih telah dinyatakan wafat dalam waktu secepat itu yang tentu
saja dengan pemikiran wajarnya sebagai orang yang sering menyaksikan
maupun menjatuhkan hukuman mati melalui metode penyaliban, kematian Isa
yang diluar kebiasaan tersebut menimbulkan kebingungannya sendiri.
Pilatus heran waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati. – Injil Markus pasal 15 ayat 44
Argumen
lainnya yang bisa kita sodorkan adalah meninjau ulang apa yang pernah
disampaikan oleh Injil Lukas pasal 22 ayat 43 didetik-detik menjelang
penangkapan :
Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepadanya untuk memberi kekuatan kepadanya
Bila
yang dimaksud dengan memberi kekuatan pada ayat diatas adalah memberi
semangat agar Isa tabah menerima kehendak Allah yang akan berlaku pada
dirinya, maka sekali lagi kita ajukan juga apa yang disampaikan oleh
Paulus dalam Kitab Ibrani pasal 5 ayat 7 :
Dalam hidupnya sebagai manusia, ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada-Nya yang sanggup menyelamatkannya dari maut, dan karena kesalehannya, beliau telah didengarkan.
Jadi
dari ucapan Paulus diatas kita bisa mengambil asumsi kuat bahwa Isa
al~Masih telah ditolong oleh Tuhan dari kematian (maut) yang bisa
menimpanya dalam proses yang akan dia hadapi (inilah makna dari
kata-kata“beliau telah didengarkan” yang artinya permintaan untuk selamat dari maut dikabulkan).
Maha benar Allah ketika Dia berfirman didalam al-Qur’an :
Telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran kepada ‘Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Quddus. (Qs. 2 al-Baqarah: 87)
Sebagai
umat Islam, menyangkut penyaliban ini kita punya data yang sangat
otentik untuk menjadi pegangan dalam masalah mati atau hidupnya Isa
al~Masih saat penyaliban itu, dan data itu adalah wahyu Allah didalam
al-Qur’an sebagai berikut :
Dan
perkataan mereka: “Bahwa kami telah membunuh al~Masih Isa putera
Maryam, utusan Allah”, padahal tidaklah mereka membunuhnya dan tidak
pula menyalibnya, tetapi disamarkan untukmereka. Orang-orang yang
berselisihan tentangnya selalu dalam keraguan mengenainya. Tiada
pengetahuan mereka kecuali mengikuti dugaan, dan tidaklah mereka yakin
telah membunuhnya. -Qs. 4 An-Nisaa’ 157
Sejumlah
ulama berbeda pendapat tentang makna tidak terbunuh dan tidak
tersalibnya Nabi ‘Isa sampai kepada makna pengangkatan beliau kesisi
Allah pada ayat diatas. Golongan yang pertama menyatakan bahwa maksud
dari Nabi ‘Isa memang tidak terbunuh dan tidak mengalami penyaliban
(termasuk tidak dinaikkan keatas kayu salib) dalam artian sesungguhnya,
dengan kata lain bahwa para musuh Nabi ‘Isa pada waktu itu sudah salah
tangkap orang, bukannya Nabi ‘Isa yang mereka tangkap dan mereka hukum
bunuh melalui metode penyaliban, akan tetapi orang lain yang
perwujudannya diserupakan atau dialih rupakan seperti beliau
‘alaihissalaam. Pemahaman seperti ini juga tampaknya yang membuat pihak
Departemen Agama Republik Indonesia menterjemahkan ayat 157 dari surah
al-Qur’an an-Nisaa’ sebagai berikut :
“Dan
karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh al~Masih, Isa
putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak
(pula) menyalibnya , tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan)
Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka
tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali
mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang
mereka bunuh itu adalah Isa”.
Sayangnya
terjemahan tersebut bukanlah terjemahan dari ayat yang sebenarnya.
Karena dari sudut kebahasaan atau grammatikal Arabnya, Na-‘ibul fa-’il
untuk fi’il “Syubbiha” adalah mashdar “sholbun” atau “qotlun” yang
dikandung dalam fi’il “sholabu-hu” atau “qotalu-hu” (bukan Isa atau
orang yang menggantikan Isa).
Jadi
istilah Syubbiha lahum (ia dibuat kelihatan serupa dengan seorang yang
disalib bagi mereka adalah merujuk pada peristiwa penyalibannyalah yang
diserupakan bukan orang lain yang diserupakan bagi mereka).
Kata
“syabbaha” mengandung arti : ia membuat (-nya atau itu) serupa dengan
(ia atau itu). Syubbiha ‘alaihil amr berarti halitu dibuat samar, kabur
dan meragukan baginya. Alasan yang terutama ialah bahwa selain Isa tidak
ada orang lain yang disebutkan disini atau ditempat lain pada ayat dan
bentuk pasif hanya digunakan bila konteks sudah nyata sekali, siapa yang
yang dimaksudkan sebagai subyek yang tidak disebutkan. Jadi disini kita
melihat al-Quran sama sekali tidak menyatakan secara implisit bahwa
Bangsa Israel telah membunuh ataupun telah menyalib seseorang yang
dimiripkan dengan Isa”.
Dengan
begitu, maka terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia : “… tetapi
(yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi
mereka” kata-kata yang digaris bawahi sama sekali tidak ditemukan dalam
lafas asli pada surah an-Nisaa’ ayat 157.
Adapun terjemahan kata perkata dari ayat ini adalah sebagai berikut :
penyerupaan
atau penyamaran itu dilakukan Allah pada diri Isa sendiri yang terlihat
seolah-olah berhasil dibunuh diatas kayu salib, padahal dia waktu itu
tidak atau belum mati, hanya dia diserupakan saja seperti keadaan orang
yang mati disalib. Hal ini mengingat akhir ayat 157 berbunyi : “.. dan
tidaklah mereka yakin telah membunuhnya”.
Orang
yang berhasil lolos dari kematian dikayu salib artinya dia tidak
berhasil disalib atau dengan kata lain proses eksekusi penyaliban itu
sendiri cacat hukum, dan dalam kaidah hukum universal, sesuatu yang
sifatnya cacat hukum harus ditolak validasinya. Dalam kasus Isa,
orang-orang Yahudi ngotot bahwa beliau a.s. harus dihukum salib, karena
hukuman salib dalam terminologi mereka adalah hukuman yang hanya layak
untuk orang-orang yang terkutuk (melawanTuhan ataupun membuat kedustaan
atas nama Tuhan). Jadi disini Nabi Isa dalam pandangan musuh-musuh
beliau adalah orang yang batil jadi dia harus dihukum mati (artinya
beliau harus dibunuh) dan caranya harus dengan cara yang sangat kejam
sesuai term yang mereka pahami untuk kasus-kasus seperti itu (yaitu
melalui hukuman salib).
Ketika
al-Qur’an menyebut Isa tidak disalib artinya bisa jadi makna penyaliban
pada diri Isa itulah yang dibatalkan, dengan kata lain, meskipun Isa
berhasil mereka gantung diatas kayu palang, itu tidak memberi arti bahwa
Isa adalah orang yang batil sesuai pemahaman mereka (yang pun disambung
pada ayat 4 surah 158 dimana Allah menyebut Isa diangkat kepada-Nya
yang bisa diartikan bentuk pemuliaan Allah kepada beliau dan penafian
kebatilannya dalam mata orang Yahudi/Bani Israel) sehingga apa yang oleh
mereka disebut sebagai penyaliban dan pembunuhan Isa, hanya bentuk
penyerupaan saja, seolah iya padahal tidak.
Lalu
bagaimana dengan hadis yang menyatakan Nabi Isa masih hidup dan tidak
berhasil disalib dalam artian diserupakan wajahnya kepada orang lain ?
Disampaikan
oleh Ibnu Khaldun dalam kutipan Haekal, kita tidak harus percaya akan
kebenaran sanad sebuah hadis, juga tidak harus percaya akan kata-kata
seorang sahabat terpelajar yang bertentangan dengan al-Qur’an, sekalipun
ada orang-orang yang memperkuatnya.
Beberapa pembawa hadis dipercayai karena keadaan lahirnya yang dapat mengelabui, sedang batinnya tidak baik. Kalau sumbersumber itu dikritik dari segi matn (teks), begitu juga dari segi sanadnya, tentu akan banyaklah sanad-sanad itu akan gugur oleh matn. Orang sudah mengatakan bahwa tanda hadis maudhu’ (buatan) itu, ialah yang bertentangan dengan kenyataan al-Qur’an atau dengan kaidah-kaidah yang sudah ditentukan oleh hukum agama (syariat) atau dibuktikan oleh akal atau pancaindra dan ketentuan-ketentuan axioma lainnya. (Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Penerbit Litera AntarNusa, Cetakan ke-22, Juni 1998, hal. Xcvii)
Haekal
juga berkata kalau orang mau berlaku jujur terhadap sejarah, tentu
mereka menyesuaikan hadis itu dengan sejarah, baik dalam garis besar,
maupun dalam perinciannya, tanpa mengecualikan sumber lain yang tidak
cocok dengan yang ada dalam al-Qur’an. Yang tidak sejalan dengan hukum
alam itu diteliti dulu dengan saksama, sesudah itu baru diperkuat dengan
yang ada pada mereka, disertai pembuktian yang positif, dan mana-mana
yang tak dapat dibuktikan seharusnya ditinggalkan. Pendapat cara ini
telah dijadikan pegangan oleh imam-imam terkemuka dari kalangan Muslimin
dahulu, dan beberapa imam lainpun mengikuti mereka sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar