Entri Populer

Kamis, 07 Februari 2013

Bal’am bin Ba’ura’: Anjing yang Menjulurkan Lidahnya

“Maka perumpamaannya seperti anjing: jika kamu menghalaunya, diulurkan lidahnya; dan jika kamu membiarkannya, diulurkannya lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” – QS Al-A’raf (7): 176.

Di dalam Al-Qur’an, kisah-kisah zaman dahulu, serta perumpamaan perumpamaan, menjadi pelajaran bagi orang-orang sesudahnya.

Salah satu kisah dan perumpamaan yang patut kita pelajari adalah kisah tentang orang yang diumpamakan seperti anjing yang menjulurkan lidahnya. “Maka perumpamaannya seperti anjing: jika kamu menghalaunya, diulurkan lidah­nya; dan jika kamu menghalaunya, diulurkannya lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang men­dustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” – QS Al-A’raf (7): 176.

Kisahnya terjadi ketika Nabi Musa Alaihis Salam meninggal, dan kemudian umat dipimpin oleh penggantinya, yaitu Nabi Yusya’ bin Nun. Dia memimpin bangsa Israel yang keluar dari Padang Tih, setelah dihukum oleh Allah selama 40 tahun di tempat itu dan tidak dapat keluar.

Sebagaimana pesan Nabi Musa, bangsa Israel haruslah menuju tanah yang dijanjikan, yaitu Baitul Maqdis di Palestina. Namun Palestina waktu itu diduduki oleh bangsa lain, dan bangsa Israel yang sudah diberkati itu mengabaikan perintah Allah untuk berperang, sehingga dihukum 40 tahun di Padang Tih.

Setelah masa hukuman habis, dan Nabi Musa sendiri sudah meninggal, kepemimpinan bangsa Israel di bawah Nabi Yusya’ bin Nun, bangsa Israel belajar dari kesalahan dan kembali beriman kepada Allah SWT. Maka angkatan yang baru itu kemudian berani maju berperang untuk mengusir penjajah tanah Palestina.

Para penjajah tahu, kalau mereka berperang dengan bangsa Israel yang sekarang, mereka tidak akan menang. Karena itulah, mereka mencoba mempengaruhi salah satu ulama mereka, yaitu Bal’am bin Ba’ura’, dengan berbagai kemuliaan duniawi, supaya melemahkan bangsa Israel, sehingga perjuangan mereka melawan bangsa penjajah menjadi lemah atau melenceng.

Bal’am terpengaruh, dan jadilah dia jenis ulama bis su’ (busuk), yang menjual ayat-ayat suci demi kekayaan duniawi.

Ketika bangsa Israel bersiap akan berperang melawan para penjajah Palestina, mereka meminta doa restu Bal’am. Namun reaksi Bal’am sangat mengejutkan, dia tidak mau memberikan doa restu. Setelah didesak dengan sungguh-sungguh, dia baru mau memberikan doa restunya.

Bal’am menaiki keledainya menuju tempat ibadahnya yang berada di sebuah gunung. Namun Allah menjatuhkan bencana, tempat ibadahnya porak poranda.

Namun bangsa Israel tetap menunggu dirinya turun dari gunung.

Setan lebih jauh menyesatkan pikiran Bal’am hingga menuju “jurang yang paling dalam”. Bal’am memberikan nasihat yang salah, “Percantiklah wanita-wanita kalian, berikanlah mereka barang-barang dagangan, lalu kirim mereka ke peperangan untuk menjual barang-barang itu. Dan perintahkan mereka supaya tidak menolak siapa pun yang menginginkannya. Karena jika salah seorang dari mereka berzina, kalian akan dapat mengalahkan mereka.”

Maka terjadilah pergaulan bebas, dan perzinaan merajalela.

Namun di tengah kondisi penyesatan itu, masih ada orang-orang yang beriman. Nabi Yusya’ bin Nun, misalnya, menyadarkan bangsa Israel untuk menghindari strategi pembusukan dari dalam itu.

Akhirnya mereka bertaubat kepada Allah atas kebodohan yang telah mereka lakukan, dan Allah tidak menurunkan laknat kepada bangsa Israel.

Ketika Bal’am didekati dan dipercaya bangsa Israel, lidahnya menjulur (dengan ocehannya yang menyesatkan). Tetapi ketika giliran Bal’am diusir bangsa Israel karena telah menyesatkan mereka, dia juga menjulurkan lidahnya (mengecam bangsa Israel), dan menganggap kaumnya tidak menghormati, tidak menghargai, dan tidak patuh kepada ulamanya.

“Maka perumpamaannya seperti anjing: jika kamu menghalaunya, diulurkan lidahnya; dan jika kamu membiarkannya, dijulurkannya lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” – QS Al-A’raf (7): 176.

Syaikh Ahmad bin Ath-Thahir Al-Basyuni dalam bukunya yang berjudul Kisah-kisah dalam Al-Quran (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), mengatakan, “Dialah yang, jika kamu usir, dia tidak merasa terusir. Dan jika dibiarkan, dia tidak mendapat petunjuk. Seperti anjing: jika diusir, dia menjulurkan lidahnya; dan jika dibiarkan, dia menjulurkan lidahnya.”

Ibnu Qutaibah berkata, “Setiap yang menjulurkan lidah itu pasti karena letih atau haus, kecuali anjing. Dia selalu menjulurkan lidahnya di kala tenang dan waktu berbicara, di waktu kenyang maupun waktu kehausan. Orang seperti ini ilmunya tidak akan memberi manfaat, bahkan membahayakan.”

Tentang perilaku Bal’am ini, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, “Allah menyerupakan orang yang diberi kitab-Nya dan diajari ilmu yang tidak diberikan kepada orang lain, lalu dia tidak melaksanakannya, tapi mengikuti hawa nafsunya, dia lebih memilih kemarahan Allah daripada keridhaan-Nya, mendahulukan dunia daripada akhirat, mengutamakan makhluk daripada Khalik, diserupakan dengan anjing, yang termasuk golongan binatang yang paling kotor, paling buruk perangainya, keinginannya tidak sebanding dengan perutnya, paling rakus dan tamak. Di antara ketamakannya, dia tidak berjalan di atas tanah kecuali sambil mengendus-endus. Tidak henti-hentinya dia mengendus duburnya. Dan jika kamu lempar dia dengan batu, dia kembali, agar kamu melemparkannya kembali. Dia adalah binatang yang paling hina.”

Ulama busuk seperti ini diibaratkan seperti anjing yang menjulurkan lidahnya. Orang seperti ini bak binatang rakus. Dan, saking rakusnya dia pada dunia, terputus hatinya dari Allah dan akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar