Entri Populer

Jumat, 17 Februari 2012

Kampung halamanku

Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo  didirikan pada tanggal 15 September 1944 oleh KH. Chudlori yaitu seorang ulama yang juga berasal dari desa Tegalrejo. Beliau adalah menantu dari KH. Dalhar pengasuh Pondok Pesantren ”Darus Salam” Watucongol Muntilan Magelang. KH. Chudlori mendirikan Pondok Pesantren di Tegalrejo pada awalnya tanpa memberikan nama sebagaimana layaknya Pondok Pesantren yang lain. Baru setelah berkalai-kali beliau mendapatkan saran dan usulan dari rekan seperjuangannya pada tahun 1947 di tetapkanlah nama Asrama Perguruan Islam (API). Nama ini ditentukannya sendiri yang tentunya merupakan hasil dari sholat Istikharoh. Dengan lahirnya nama Asrama Perguruan Islam, beliau berharap agar para santrinya kelak di masyarakat mampu dan mau menjadi guruyang mengajarkan dan mengembangkan syariat-syariat Islam. Adapun yang melatar belakangi berdirinya Asrama Perguruan Islamadalah adanya semangat jihad ”I’Lai kalimatillah” yang mengkristal dalam jiwa sang pendiri itu sendiri. Dimana kondisi masyarakat Tegalrejo pada waktu itu masih banyak yang bergelumuran dengan perbuatan-perbuatan syirik dan anti pati dengan tata nilai sosial yang Islami. Respon Masyarakat Tegalrejo atas didirikannya Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam Tegalrejo pada waktu itu sangat memprihatinkan. Karena pada saat itu masyarakat masih kental dengan aliran kejawen. Tidak jarang mereka melakukan hal-hal yang negatif yang mengakibatkan berhentinya kegiatan ta’lim wa-taa’llum (kegiatan belajar-mengajar). Sebagai seorang ulama yang telah digembleng jiwanya bertahun-tahun di berbagai pesantren, KH. Chudlori tetap tegar dalam menghadapi dan menangani segala hambatan dan tantangn yang datang. Berkat ketegaran dan keuletan KH. Chudlori dalam upayanya mewujudkan Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam baik secara dhohir maupun batin. Santri yang pada awal berdirinya hanya berjumlah delapan, tiga tahun kemudian sudah mencapai sekitar 100-an. Prestasi ini jika di dentikan dengan prestasi para pendiri pondok pesantren dalam era kemajuan ni, barang kali biasa-biasa saja. Akan tetapi kalau melihat situasi serta kondisi serta sistem sosial yang berlaku pada saat itu sungguh prestasi KH. Chudlori merupakan prestasi yang lebih. Aksi negatif masyarakat seputar setelah tiga tahun API berdiri semakin mereda, bahkan diantara mereka yang semula anti pati ada yang berbalik total menjadi simpati dan ikhlas menjadi pendukung setia dengan mengorbankan segala dana dan daya yang ada demi suksesnya perjuangan  KH. Chudhori. Akan tetapi di luar dugaan dan perhitungan pada awal tahun 1948 secara mendadak API diserbu Belanda tepat pada “Kles II”. Gedung atau fisik API yang sudah ada pada waktu itu diporak porandakan. Sejumlah kitab termasuk Kitab milik KH. Chudhori dibakar hangus, sementara santrisantri termasuk KH.Chudhori mengungsi kesuatu desa yang bernama Tejo kecamatan Candimulyo. Kegiatan taklim wa-taalum nyaris terhenti. Pada penghujung tahun 1949 dimana situasi nampak aman KH.Chudhori kembali mengadakan kegiatan taklim wa-taalum kepada masyarakat sekitar dan santripun mulai berdatangan terutama yang telah mendengar informasi bahwa situasi di Tegalrejo sudah normal kembali, sehingga KH.Chudhori mulai mendirikan kembali API lagi di temapt semula. Semenjak itulah API berkembang pesat seakan bebas dari hambatan, sehingga mulai tahun 1977 jumlah santri sudah mencapai sekitar 1500-an. Inilah puncak prestasi KH.Chudhori di dalam membawa API ke permukaan umat. Adalah merupakan suratan taqdir, dimana pada saat API sedang berkembang pesat dan melambung ke atas, KH.Chudhori dipanggil kerahmatullah (wafat), sehingga kegiatan taklim wataalum terpaksa diambil alih oleh putra sulungnya (KH. Abdurrohman Ch) dibantu oleh putra Keduanya (Bp. Achmad Muhammad Ch). Peristiwa yang mengaharukan ini terjadi pada penghujung tahun 1977. Sudah menjadi hal yang wajar bahwa apabila disuatu pondok pesantren terjadi pergantian pengasuh, grafik jumlah santri menurun. Demikina juga API pada awal periode KH. Abdurrohman Ch jumlah santri menurun drastis, sehingga pada tahun 1980 tinggal sekitar 760-an. Akan tetapi nampak keuletan dan kegigihan KH.Chudhori telah diwariskan kepada KH. Abdurrohman Ch, sehingga jumlah santri bias kembali meningkat sampai pada tahun 1922 menurut catatan sekretaris mencapai 2698 santri. Jenjang Pendidikan di Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam Tingkat dan Jenjang pendidikan di Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam adalah sebagai berikut :
1. Tingkat I ( Tahun Pertama
a) Al-Ajurumiyyah
b) Syafinatunnajah
c) Ilmu Tajwid
d) Ilmu Tauhid
e) Fasholatan
f) Tartilul Qur’an

2. Tingkat II (Tahun Kedua

a) Fathul Qorib
b) Al – Amrithi
c) Al – Amtsilatut Tashrif
d) Qowa’idul I’rob
3. Tingkat III (Tahun Ketiga
a) Al- Fiyyah Ibnu Malik
b) Al – Minhajul Qowim

4. Tingkat IV (Tahun Keempat)
a) Fathul Wahab
b) Al Jauharul Maknun
c) Fathul Qorib I (Pendalaman)

5. Tingkat V (Tingkat kelima
a) Al Mahali (IV Jilid)
b) As Sulamul Munauroq (Ilmu Mantiq)
c) ‘Udatul farid (Ilmu faroid)
d) Fathul Qorib II (Pendalaman)

6. Tingkat VI (Tahun Keenam)
a) Shohihul Bukhori (IV Jilid)
b) Mushtholahul Hadits
c) Ushul Fiqih
d) Qoidah Fiqhiyyah
e) Fatcul Mu’in (pendalaman)

7. Tingkat VII (tahun Ketujuh)
f) Ichya Ulumuddin IV Jilid (Ilmu Tashawuf)
Persyaratan Masuk Pada Tingkat (Jenjang Pendidikan) di Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam adalah sebagai berikut :
a. Santri Lama
  1. Ibtida’:mampu baca tulis arab
  2. Jurumiyyah:hafal matan aljurumiyyah dari bab kalam sampai bab mubtada’-khabar, hafal nadlam tajwid 20 bait
  3. Sharaf:hafal al-‘imrithi 150 bait
  4.  Alfiyah:hafal alfiyah 500 bait
  5. Fathul wahab:kitab penuh
b. Santri Baru
  1. Ibtida’:baca-tulis arab, hafal pelajaran al mukarram yang telah diajarkan.
  2. Jurumiyyah:hafal matan jurumiyyah dari bab kalam sampai bab mubtada’ khabar, hafal tajwid ‘hidayah sibyan’ 20 bait, hafal pelajaran al-mukarrom yang telah diajarkan, lulus tes al-quran.
  3. Sharaf:hafal ‘imrithi 150 bait, pertanyaan jurumiyyah, hafal pelajaran almukaram yang telah diajarkan, dan lulus tes al-quran.
  4. Alfiyyah:hafal alfiyyah 500 bait. Pertanyaan pelajaran al-mukaram yang telah diajarkan, pertanyaan pelajaran sharaf. 
  5. Fathul wahab:hafal jauharul maknun 75 bait, pertanyaan nahwu sharaf, baca kitab.
  6. Almacali:hafal mantiq 50 bait, pertanyaan nahwu, sharaf, jauharul maknun, baca kitab.
  7. Bukhari:hafal qawaidul fiqhiyyah 100 bait, pertanyaan nahwu, sharaf,jauharul maknun, mantiq, dan faraidl.
  8. Ihya ‘ulumuddin:pertanyaan bebas, baca kitab.Persyaratan masuk jenjang ialah melalui test dari seksi pendidikan atau Dewan Qori’in (Deqor) menurut kemampuan/pengetahuan calon santri.
         adapun umur dan waktu masuk tidak ada batasan. Sistem pendaftaran santri dan masuk pada tingkatan dibedakan. Artinya mendaftar sebagai santri ditentukan dengan waktu, sedangkan masuk pada tingkatan ditentukan dengan kemampuan calon santri melalui test (dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditentukan). Adapun batas akhir waktu pendaftaran sebagai berikut:
  1.  Bagi santri nahun (di pondok tiga tahun tidak pernah pulang) ialah 10 hari dihitung dari waktu pembukaan pengajian Al Mukarrom.
  2. Bagi santri lama yang tidak nahun ialah 10 hari dihitung dari waktudatang di pondok.
  3.  Bagi santri baru ialah 15 hari dihitung dari waktu datang di pondok.bilamana melampaui batas waktu di atas, maka dinyatakan ghoshob.
Adapun batas akhir masuk tingkatan sebagai berikut:
  •  Untuk masuk pada tingkatan As-Sharaf ke bawah maksimal 10 haridihitung dari waktu datang di pondok.
  • Untuk masuk pada tingkatan Alfiyyah maksimal 15 hari dihitung dari waktu datang di pondok.
  • Untuk masuk pada tingkatan Fathul Wahab ke atas, maksimal 10 haridihitung dari waktu datang di pondok. Bilamana melampaui batas waktu di atas, maka santri tersebut ditetapkan pada tingkatan asal dan bagi siswa baru dikembalikan/disesuaikan dengankemampuannya. Demikian tingkat dan jenjang pendidikan di Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam yang harus ditempuh oleh para santri. Perlu dipahami bahwa diantara mata
pelajaran yang termaktub dalam tingkat dan jenjang diatas ada yang
merupakan tambahan setelah periode KH. Abdurachman Ch. Adapun pelajaran yang dimaksud adalah :
  1.  Tartilul Qur’an pada tingkat I (satu) ditetapkan pada tahun ajaran 1978- 1979.
  2.  Fathul Qorib I (Pendalaman) dan fathul Qorib II (Pendalaman) masingmasing pada tingkat IV dan V yang   ditetapkan pada tahun ajaran 1990- 1991.2
  3.   Fathul Mu’in (Pendalaman) pada tingkat VI yang ditetapkan pada tahun ajaran1982-1983
.
         Disamping tingkat dan jenjang diatas, Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam menyediakan kelas persiapan yakni kelas “Shifir” dan  kelas “Ibtidaiyyah”. Kelas shifir ditetapkan pada periode KH. Abdurachman Ch tepatnya pada tahun ajaran 1990-1991. Tujuannya adalah untuk menampung santri yang masih but abaca tulis arab dan syariat. Adapun pelajarannya terdiri dari:baca tulis arab,sorogan juz’ama dan fasholatan. Sedangkan kelas Ibtidaiyyah ditetapkan pada periode KH. Chudlori, tahun
ajaran 1975-1976. Tujuannya adalah untuk menampung para santri yang belum mampu mengikuti pelajaran di tingkat 1 (satu). Mata pelajarannya terdiri dari:Fiqih, Nahwu (pola dasar), Tajwid (pola dasar), fasholatan,Ta’limul Muta’alim, Khotul jamil, Tachafudz Juz Amma.
Pendopo A P I
Absen
Kolam Wudhu
Komplek B C D
foto 1.pendopo API tegalrejo
       2.para musyawir sedang mengabsen santri
       3.kolam wudhu
       4.komplek baru API
       5.Rebana santri


عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]
Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .
Catatan :
Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
Hadits ini ada sebabnya, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).
Pelajaran yang terdapat dalam Hadits / الفوائد من الحديث :
Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan ibadah.
Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
Di sinilah dulu masa semua kenangan itu ada
Suka dan duka di alami bersama..
Tak pernah kami lupakan.....
Hingga akhir zaman...

Rebana



Tidak ada komentar:

Posting Komentar