Senandungku
Tentang cerita kelak
Kau dan aku
Membuatku bermimpi indah
Melayangkan harapan
Pada langit khayalan…
Bersama angin
Engkau membenamkan hujan
Dalam gelisah langit malam
Ketika bintang tak berpendar
Selayaknya angan
Kumeminta…
Atas nama cinta
Yang membisik perlahan
Di relung pelangi
Jadikan nyata
Semua semburat jingga
Di langit senja…
Biar lembayungnya
Menaungi sisa malam
Menemani, kau dan aku…
Sinar rembulan
mengintip remang, tenggelam dalam
citraan kelam,
seulas ekspresi yang beku
dan sulit untuk dimaknai.
Rembulan , pelita malam
terhempas dalam elegi sepasang tupai malam
menanggung kasmaran.
riuh dan berderai suara-suara saling memburu
berkejaran dalam penyataan cinta atau hasrat untuk birahi.
Dalam temaram bulan setengah bentuk,
membujur meliuk bak sebuah sabit
terbujur pada mega-mega kelam dan langit hitam
sedikit bintang.
Aku ingin membunuh bayang-bayang
sehingga hadir dan menyatakan diri sendiri
di tengah bentang kesepian tanpa
menduakan sosok yang sudah terkoyak
pengkhianatan dan peniadaan pada yang tulus.
Ingin kubunuh bayangku
bersama kegamangan malam yang berserakkan,
tepian cahaya kurobek
kemudian kubuatkan coretan besar
menyerupai sebuah pintu
agar sosok ku terdiri satu
tanpa penduaan, berdiri tegak
tanpa bayang.
Sejenak, masih hening
malam beranjak merayap
dalam kilas cahaya rembulan suram
kulihat malam berkedip jerih
enggan memalingkan muka.
Mungkin karena malam ini
telah kubunuh bayang-bayang
sehingga dia tidak lagi bisa bertahta
dengan sosok nya yang gelap.
ketika
langit rubuh dalam subuh-Mu yang angkuh, di tengah padang ilalang
tumbuh aku lumpuh telimpuh menyaksikan luka di dada berbidang dengan
menutup sebelah mata jalang bisik bayang-bayang rompang di kumparan
hati yang berdebu, juga bara api yang mengabu dari alif, lam, mim,
kueja. sampai huruf-Mu tiada. tak menyisakan dendam amarah tidak pula
percik cahaya berpendar bagai purnama
Tuhan, bila awan di
wajahku pekatnya telah sempurna angin datang dan pergi membawa badai
matahari, dan bisik bayang-bayang masih membatu dalam diri, alamat
rumah-Mu kutempuh sampai hari telah luluh, menjadi keping-keping asap
yang terbang ke langit dalam urai tangis seribu doa, kutenggelamkan
segala kepala pada percik airmata karena bisik bebayang semakin
panjang menceritakan balada kesangsian antara desah napas yang semakin
hilang arah rantaunya, jalanku semakin buram warnanya maka, atas nama
semilir air yang ingin kuterjemahkan pada bahasa rindu lewat tafsir
kelengkapan abad yang buta, mengalir dalam hilir air dengarkanlah
tembang sepiku yang lugu, bila berirama kabulkanlah segala rasa karena
antara detak dan detik, selalu datang bebayang dengan tombak paling
tajam dengan wajah lepas pandang dan kelengkapan raga bau kandang.
Entri Populer
-
Data bis, Nama perusahaan bis, Trayek / jurusan, Tarif , Jam berangkat, terminal bis di Indonesia March 18, 2012 BIS AIRPORT JAKARTA No. T...
-
Munculnya Ya’juj dan Majuj tanda dekatnya kiamat Dari Zaenab binti jahsi bahwa Rasululloh datang kepadanya dalam keadaan kaget dan ...
-
Kisah Layla & Majnun. Kisah Qais yang menjadi gila (majnun) karena kerinduannya pada Layla Alkisah, seorang kepala suku Bani U...
-
Data bis, Nama perusahaan bis, Trayek / jurusan, Tarif , Jam berangkat, terminal bis di Indonesia March 18, 2012 BIS AIRPORT JAKARTA No. T...
-
Recite! In the name of your Lord! [Qur'ân, Sûra 96:1] Islâm , , is the religion founded by the Prophet Muh.ammad. The word is som...
-
Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo didirikan pada tangg...
-
Labbaik... Allahumma labbaik... Innalhamda wa ni’mata Laka walmulk. Laa syarika Laka. UNDANGAN acara resmi biasanya mencantumkan jen...
-
Khulafa'ur Rasyidin di Madinah Abu Bakar (632 - 634) Umar bin Khattab (634 - 644) Utsman bin Affan (644 - 656) Ali bin Abi Tali...
-
Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo didirikan pada tanggal 15 September 1944 oleh KH. Chudlori yaitu seorang ulama y...
-
Pekuburan Ma’la, Pekuburan yang lokasinya termasuk kampung Al hujun, kurang lebih 500 M sebelah utara Masjidil Haram, dulu jamaah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar